Cerita Monopoli di Balik Sukses Bisnis Grup 21 Cineplex
Fokus

Cerita Monopoli di Balik Sukses Bisnis Grup 21 Cineplex

Praktek monopoli ternyata tidak hanya terjadi dalam industri "serius" saja. Industri hiburan pun tak lepas dari ancaman praktek monopoli. Hasil penelitian Monopoly Watch, 21 Cineplex Group terindikasi telah melakukan monopoli perbioskopan Indonesia.

Oleh:
Ari/Amr/APr
Bacaan 2 Menit
Cerita Monopoli di Balik Sukses Bisnis Grup 21 Cineplex
Hukumonline

Bisnis bioskop sekarang ini memang bisa dibilang cukup menjanjikan. Selain banjir film-film impor, perfilman nasional kelihatan mulai bangkit. Semakin banyak tawaran yang bisa disajikan kepada konsumen pencinta film, membuat bioskop-bioskop yang telah ada saat ini seakan tak mampu menampung jumlah penonton yang membludak belakangan ini.

Maka, tidak heran jika banyak yang tertarik untuk menggeluti usaha bioskop. Sayangnya, bisnis perbioskopan masih didominasi oleh grup yang itu-itu saja. Belum lagi alur pengadaan film-film impor yang dikuasai oleh segenap usahawan tertentu saja.

Perihal film-film impor, UU No.8 Tahun 1992 tentang Perfilman mengatakan bahwa  impor film merupakan pelengkap untuk memenuhi keperluan pertunjukan dan penayangan film dalam negeri yang jumlahnya seimbang. Dalam prakteknya sekarang ini, justru film-film impor yang lebih mendomisasi layar-layar bioskop kita.

Film impor sendiri pada era pemerintahan Soekarno diperbolehkan masuk ke Indonesia, tetapi dengan kebijakan yang cukup ketat. Hasil pendapatan dari pemutaran film impor tersebut tidak boleh dibawa ke negara asal pengekspor film tersebut. Pasalnya, Indonesia yang baru merdeka masih memiliki keterbatasan devisa. 

Perusahaan-perusahaan produsen film diperbolehkan langsung bertransaksi di Indonesia dengan cara membuka kantor perwakilan di Jakarta dan kantor-kantor cabangnya di Medan dan Surabaya. Tapi kemudian film impor, terutama dari Amerika Serikat, dilarang beredar sebagai akibat kebijakan politik pada waktu itu.

Pada awal pemerintahan Soeharto, film impor dari Amerika boleh masuk lagi. Syaratnya, tidak boleh langsung ke diekspor dan didistribusikan ke bioskop-bioskop yang waktu itu didominasi oleh film-film impor dari Eropa, seperti dari Italia. Kran impor film Mandarin juga sempat terhenti akibat peristiwa tahun 1965. Kemudian masuk kembali dan mengundang antusiasisme penonton di awal tahun 1970-an. 

Raja film

Dalam position paper  Monopoly Watch dipaparkan bahwa kondisi kebebasan persaingan film dan distributor serta bioskop lenyap perlahan, seiring dengan mulai merasuknya praktek monopoli di bisnis ini. 

Tags: