Evaluasi Putusan Kepailitan
Masih Banyak Kelemahan di Anotasi Putusan
Berita

Evaluasi Putusan Kepailitan
Masih Banyak Kelemahan di Anotasi Putusan

Evaluasi terhadap putusan-putusan kepailitan berupa anotasi putusan yang disusun oleh Tim 7 Bappenas dianggap masih mengandung kelemahan di sana-sini. Selain tidak jelas metodenya, penyusunan anotasi juga dinilai tidak memiliki standarisasi.

Oleh:
Leo/APr
Bacaan 2 Menit
<FONT SIZE='1' COLOR='#FF0000'><B>Evaluasi Putusan Kepailitan</B></FONT><BR>Masih Banyak Kelemahan di Anotasi Putusan
Hukumonline

Paparan dan presentasi hasil kerja Tim 7 Bappenas berupa anotasi putusan kepailitan yang disampaikan dalam suatu lokakarya (15-16 Oktober 2002) mengundang kritik dari berbagai pihak. Setidaknya, praktisi hukum Benny K Harman dan Direktur Perdata Niaga Mahkamah Agung Parwoto Wignyosumarto menilai masih banyak kelemahan pada anotasi putusan kepailitan yang disusun oleh tim 7.

Tim 7 yang dibentuk pada Agustus 2001 lalu diketuai oleh Kartini Muljadi, dan beranggotakan Retno Wulan Sutantio, Djohansyah, Elyana, Fred Tumbuan, Ricardo Simandjuntak, dan Gunawan Widjaja. Dalam perkembangannya, Fred Tumbuan mengundurkan diri dari tim tersebut karena kesibukannya.

Menurut Benny K. Harman, kelemahan mendasar pertama yang ia lihat pada evaluasi yang dilakukan oleh tim 7 terhadap putusan-putusan kepailitan adalah tidak jelasnya metode evaluasi. "Harus ditetapkan apa yang menjadi tolak ukur dan parameter dalam memberikan penilaian. Kalau mau melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi ya harus jelas," komentar Benny kepada hukumonline.

Kelemahan lainnya, Benny menilai tidak ada perbandingan atau penilaian terhadap bagaimana hakim pengadilan niaga memutus untuk isu-isu yang sama. Kalau hanya melihat kasus per kasus atau sepotong-sepotong, ia khawatir publik tidak bisa melihat secara utuh problem yang ada di pengadilan niaga. Dari beberapa kasus yang dipresentasikan, menurutnya, sama sekali tidak mencerminkan keadaan yang sesungguhnya.

Miskin argumentasi

Sebagai suatu kajian akademis pun, hasil anotasi yang disusun oleh Tim 7 selama lebih dari satu tahun, dianggap Benny masih miskin dengan argumentasi. "Harus dijelaskan, misalnya kalau tim tidak setuju dengan pendapat Majelis Kasasi mengenai kesalahan berat penerapan hukum, apa alasannya," tutur Benny yang berkesempatan menjadi moderator.

Senada dengan Benny, Parwoto Wignyosumarto juga melihat beberapa kelemahan pada anotasi yang dipresentasikan pada lokakarya. Direktur Perdata Niaga Mahkamah Agung ini menyayangkan ketiadaan standar dalam menyusun anotasi.

"Ternyata belum ada tolak ukur apa yang dimaksud anotasi dan apa tujuan anotasi.  Pendapat anotator dan tata cara anotasi juga tidak ada keseragaman," ujar Parwoto kepada hukumonline.

Tags: