Menurut Prof. J.E. Sahetapy, beberapa anggota DPR--khususnya dari komisi II DPR-- sempat mempertanyakan apakah kalau DPR sudah menyetujui RUU Advokat, nanti akan ada lagi organisasi advokat yang baru. "Ini tentu masalah," ujar Sahetapy saat menjadi narasumber acara diskusi bertema "Kendala-kendala Respon Kalangan Advokat, DPR, dan Pemerintah dalam Pembahasan Advokat" di Jakarta.
Untuk menghindari hal itu, Guru Besar akultas Hukum Universitas Airlangga ini mengusulkan kalau undang-undang advokat menetapkan terlebih dahulu ada organisasinya, apakah lima atau tujuh orgnanisasi advokat. "Jadi kalau ini sudah disahkan, sudah tidak boleh ada lagi organisasi yang baru, apapun namanya, disokong oleh siapa. Baik menteri ataupun siapa saja," cetus Sahetapy.
Sementara pengacara senior Mardjono Reksodiputro, Founder ABNR Law Firm, pada kesempatan yang sama menegaskan bahwa penyatuan organisasi advokat dalam satu forum atau satu wadah merupakan suatu proses. Karena yang terpenting adalah, bagaimana menyepakati syarat umum yang harus dimiliki setiap calon advokat.
Atas dasar persyaratan tadi, nantinya dibentuk satu badan yang disebut dengan badan sertifikasi atau badan yang melakukan ujian. Ujian itu meliputi ujian mengenai pengetahuan hukum dan kode etik advokat. "Jadi, saya berharap dari badan inilah sertifikasi inilah sertifikasi advokat dikeluarkan dan diakui. Tapi, tentu sebagai suatu badan yang independen," ujar Mardjono.
Beda misi
Sulitnya Penyatuan organisasi advokat dalam satu wadah diamini Yan Apul. Mantan Ketua Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) ini mengemukakan, sulit menyatukan organisasi advokat. Satu penyebabnya, karena masing-masing organsisasi advokat mempunyai misi masing-masing.
Yan Apul mengolongkan ada tiga macam organisasi advokat. Pertama, golongan organisasi yang agak ekstrim dan anti keterlibatan pemerintah. Kedua, golongan organisasi moderat. Ketiga, organisasi yang pro-pemerintah. "Karena itulah sulit menyatukan organisasi advokat dalam satu wadah," jelas Yan.
Ia sendiri, ketika menjabat ketua umum AAI, sempat ingin menyatukan lebih dulu antara AAI dengan Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI). Namun ternyata batal, karena diprovokasi oleh Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin). Karena itu, Yan mengusulkan bahwa kalaupun ingin menyatukan organisasi advokat, sebaiknya dimulai dari Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI).