Terobosan Hakim
Yurisprudensi Korupsi dari Lampung dan Aceh
Fokus

Terobosan Hakim
Yurisprudensi Korupsi dari Lampung dan Aceh

Putusan hakim yang bagus dan memenuhi rasa keadilan tentu layak menjadi yurisprudensi. Apalagi jika putusan memuat terobosan-terobosan hukum baru, untuk menembus kebuntuan proses peradilan. Inilah terobosan hukum dari dua hakim diLampung dan Aceh.

Oleh:
Nay/APr
Bacaan 2 Menit
<FONT SIZE='1' COLOR='#FF0000'><B>Terobosan Hakim</B></FONT><BR>Yurisprudensi Korupsi dari Lampung dan Aceh
Hukumonline

Sebuah putusan kasus korupsi dari PN Kotabumi, Lampung Utara, tampaknya layak menjadi  yurisprudensi bagi kasus-kasus korupsi lain. Apalagi dalam kasus ini, majelis hakim yang diketuai Irfanudin, berani membuat terobosan-terobosan hukum.

Dalam kasus korupsi, terobosan hukum menjadi penting. Selain karena korupsi telah mengakar dan merugikan masyarakat luas, dalam kasus korupsi, peluang penyelewengan hukum lebih besar dari kasus-kasus lain.

Dalam kasus korupsi APBD di Kecamatan Bukit kemuning ini, jaksa, aparat hukum yang perannya sangat penting untuk menuntut koruptor, ternyata sama sekali tidak menjalankan tugasnya. Bahkan, jaksa secara terang-terangan menunjukkan keberpihakan pada terdakwa.

Kasus bermula ketika camat Bukit Kemuning, Darmajaya Yusuf, diduga  melakukan korupsi dana Proyek Pengembangan Kecamatan (PPK) yang didanai oleh Bank Dunia sebesar Rp125 juta.

Salah seorang kepala desa yang dana daerahnya disunat, melaporkan camat tersebut. Namun, Kejaksaan Negeri Lampung Utara yang menyelidiki kasus tersebut tidak kunjung menyelesaikan penyidikan kasus itu. Buntutnya, kasus itu pun terkatung-katung sampai sembilan bulan.

Salah satu LSM mengancam akan meminta Bank Dunia untuk menghentikan pemberian bantuan pada kecamatan Lampung Utara, jika kasus itu tidak diperiksa. Atas desakan itu, akhirnya kejaksaan menyelesaikan penyidikan dan membawa kasus itu ke persidangan.

Keanehan demi keanehan

Keanehan muncul ketika surat dakwaan JPU terhadap terdakwa ternyata disusun secara terbalik. Selama ini, dakwaan primair selalu berisi uraian tindak pidana yang lebih serius dan lebih berat ancaman pidananya dari pada dakwaan subsidair. Logikanya, jika dakwaan primair tidak terbukti, masih ada dakwaan subsidair yang dapat menjerat terdakwa.

Halaman Selanjutnya:
Tags: