Fakultas Hukum Butuh Pengajaran Berprespektif Gender
Berita

Fakultas Hukum Butuh Pengajaran Berprespektif Gender

Pengajaran di 55 fakultas hukum di Indonesia belum banyak memasukkan perspektif gender. Baru lima fakultas hukum yang menyelenggarakan kuliah mandiri dan beberapa di antaranya mulai mengintegrasikan pengarusutamaan gender dalam mata kuliahnya. Apa kendalanya?

Oleh:
APr
Bacaan 2 Menit
Fakultas Hukum Butuh Pengajaran Berprespektif Gender
Hukumonline

Adalah Kelompok Kerja Convention Watch (CW) yang telah mengadakan evaluasi sekaligus menghasilkan suatu rancangan materi kurikulum atau bahan pengajaran yang berprespektif gender bagi fakultas hukum. Hasil evaluasi CW telah disampaikan dalam lokakarya bertajuk "Pengarusutamaan Gender dalam Pengajaran di Fakultas Hukum" di Jakarta.

CW yang bernaung di bawah Pusat Kajian Wanita dan Gender, Universitas Indonesia, mempunyai target untuk memperkuat komitmen pelaksanaan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Konvensi penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (Konvensi Wanita) yang telah diratifikasi oleh Indonesia dengan UU No.7/1984

Prof. Dr. Saparinah Sadli selaku Board Coordinator Convention Watch menjelaskan bahwa salah satu kegiatan utama CW adalah menjalin kerjasama dengan berbagai fakultas hukum di Indonesia untuk mengadakan semiloka integrasi Konvensi Wanita ke dalam kurikulum fakultas hukum, khususnya di 16 fakultas hukum seluruh Indonesia.

Dari 16 fakultas hukum, 6 di antaranya telah memiliki mata kuliah "Wanita dan Hukum" secara mandiri, seperti FH Unika Atmajaya Jakarta, FH Universitas Muhammadiyah Malang dan Jember, FH Unika Soegiyopranoto Semarang, FH Unibraw Malang, dan FH Udayana Denpasar.

Menurut Prof. Dr. Tapi Omas Ihromi, SH, MA, pengarusutamaan gender dalam kurikulum fakultas hukum dimaksudkan sebagai strategi untuk mengintegrasikan perspektif gender menjadi satu dimensi integral dari pengajaran di fakultas hukum.  "Ini dalam rangka mewujudkan keadilan gender dalaam proses penegakan hukum," cetus kolega Saparinah Sadli di CW ini.

Respons rendah

Tampaknya, minat fakultas hukum itu untuk pengajaran berprespektif gender masih rendah. Buktinya, dari 55 fakultas hukum di seluruh Indonesia, hanya 2 dekan yang memberikan jawaban terhadap kuesioner yang dikirimkan CW. "Itu pun salah satunya dari fakultas hukum yang belum pernah berpartisipasi dalam lokakarya yang diadakan CW," kata Dr. Sulistyowati Irianto, MA, peneliti senior di CW.

Dukungan dari para kolega di fakultas, universitas, maupun mahasiswa juga tidak terlalu menggembirakan. Penyebabnya, pandangan yang bias gender masih kental. "Reaksi masyarakat yang berangggapan bahwa isu gender tidak perlu diangkat-angkat, masih kuat dianut," ungkap Sulistyowati.

Halaman Selanjutnya:
Tags: