Mempertegas Sanksi UU Kepabeanan
Fokus

Mempertegas Sanksi UU Kepabeanan

Terbongkarnya komplotan penyelundup BBM di Pantura beberapa waktu lalu, memperpanjang statistik pelanggaran terhadap aturan kepabeanan di Indonesia. Penyelundupan demi penyelundupan yang terus terjadi, seakan-akan menggambarkan lemahnya penegakan hukum terhadap para pelaku pelanggaran. Dari penyelundupan rokok, mutiara, sampai kasus penyelundupan empat orang bayi ke Malaysia.

Oleh:
Bam
Bacaan 2 Menit
Mempertegas Sanksi UU Kepabeanan
Hukumonline

Belum lagi pelanggaran yang dilakukan oleh eksportir maupun importir yang tidak dikategorikan sebagai tindak pidana penyelundupan sebagaimana diatur dalam Pasal 102 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.

Pelanggaran-pelanggaran itu antara lain pembuatan dokumen yang memuat harga barang di bawah harga semestinya (under invoice) yang dimaksudkan untuk memanipulasi biaya kepabeanan di pelabuhan. Selain itu, petugas registrasi menemukan beberapa kantor importir yang tidak sesuai dengan alamat yang dicantumkan dalam pendaftaran (alamat fiktif).

Rentetan pelanggaran terhadap aturan kepabeanan itu jelas merugikan negara. Dalam sejumlah kasus yang melibatkan 400 importir yang melakukan under voice dan pemberian alamat fiktif saja telah merugikan negara sedikitnya Rp600 miliar.

Diperkirakan, hal itu terjadi karena umumnya 90 persen prosedur kepabeanan lewat jalur hijau yang memungkinkan penghitungan bea masuk dilakukan setelah barang ke luar dari pelabuhan. Artinya, Kepentingan penerimaan negara, sebagai salah satu aspek perhatian dari Undang-undang (UU) Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan tentunya menjadi tidak terlindungi. Belum lagi kepentingan masyarakat luas sebagai konsumen.

Sanksi administratif

Lebih terfokusnya pengaturan sanksi administrastif dalam UU Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan disinyalir sebagai penyebab maraknya pelanggaran-pelanggaran tersebut. Hal itu pun diakui Dirjen Bea dan Cukai Dr. R.B. Permana Agung, M.Sc.

Di dalam UU Nomor 10 Tahun 1995 itu terdapat 24 pengaturan sanksi adminitratif, dengan sanksi minimal berupa denda sebesar Rp1 juta dan sanksi maksimal berupa denda sebesar Rp50 juta. Sementara denda dalam bentuk kelipatan nilai nominal pelanggaran, minimal 100% dan maksimal 500% dari nilai nominal pelanggaran tersebut.

Sanksi administratif minimal itu dapat kita temui dalam Pasal 82 ayat 6 UU Nomor 10 Tahun 1995 yang mengatur sanksi terhadap pihak yang salah memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang dalam pemberitahuan pabean atas ekspor.

Halaman Selanjutnya:
Tags: