ICC: Suatu Tinjauan Politik dan Hukum
Kolom

ICC: Suatu Tinjauan Politik dan Hukum

Dalam dunia internasional, 11 April 2002 merupakan suatu tanggal bersejarah baru bagi perkembangan serta penegakan hukum internasional. Karena pada hari itu, sepuluh negara meratifikasi Rome Statute for International Criminal Court sekaligus. Jumlah ini menggenapkan negara yang telah meratifikasi Statuta ICC menjadi 60 negara. Ini berarti persyaratan pemberlakuan International Criminal Court (ICC) sudah terpenuhi.

Bacaan 2 Menit
ICC: Suatu Tinjauan Politik dan Hukum
Hukumonline

Pada pokoknya, Statuta ICC mengatur kewenangan mengadili kejahatan paling serius yang mendapatkan perhatian internasional yang dilakukan secara individu. Kejahatan yang dimaksud terdiri dari empat jenis, yaitu the crime of genocide (pemusnahan etnis/suku bangsa), crimes against humanity (kejahatan terhadap kemanusiaan), war crimes (kejahatan perang), dan the crime of aggression (agresi).

Dalam perjalanannya, ICC memerlukan waktu empat tahun untuk bisa berlaku efektif pada 1 Juli 2002, sejak diadopsi pada 17 Juli 1998 dalam Konferensi Diplomatik PBB di Roma, Italia. Konferensi yang digelar selama tiga hari (15-17 Juli 1998) ini dihadiri oleh wakil dari 160 negara dan ratusan peserta mewakili LSM internasional.

Banyaknya pilihan-pilihan yang diajukan peserta dalam naskah statuta tersebut menyebakan konferensi berjalan alot. Hingga akhirnya melalui berbagai kelompok kerja serta perbincangan informal dan debat terbuka, disepakati sebuah jalan keluar yang menjembatani berbagai sentimen politis dan isu-isu yang secara hukum bersifat kompleks.

Rumusan terakhir  statuta dikemukakan dalam sebuah paket menyeluruh. Amerika Serikat dan India berusaha untuk mengamandemen paket yang telah terbentuk itu. Sebagian besar negara melakukan "gerakan pasif" untuk tidak mengindahkan amandemen yang diajukan. Hingga akhirnya paket itu tetap dipertahankan dan dicapai kesepakatan secara keseluruhan dengan hasil suara 120 mendukung, 7 menolak, dan 21 abstain.

Dari ketujuh negara yang menolak, tiga negara di antaranya--yaitu Cina, Israel, dan Amerika Serikat--memberikan alasan penolakan mereka secara terbuka. Cina menganggap tidak cukupnya dasar-dasar pemberian kekuasaan kepada Kamar Pra-Peradilan (Pre-Trial Chamber) dalam memeriksa insiatif jaksa penuntut untuk melakukan langkah-langkah penyidikan. Dan pada proses pengadopsian statuta tersebut, seharusnya dilakukan berdasarkan mufakat (suara bulat) dan bukan melalui voting.

Israel menyatakan keberatan dan ketidakmengertian pihaknya atas isi statuta yang menyatakan tindakan pemindahan penduduk ke wilayah pendudukan termasuk melakukan kejahatan perang.

Sekalipun Amerika Serikat awalnya adalah pendukung utama terbentuknya ICC,  dalam konferensi tersebut menolak untuk memberikan dukungannya. Alasan penolakan Amerika Serikat adalah mengenai konsep yurisdiksi dan penerapannya terhadap negara-negara pihak.  Hal tersebut dikaitkan dengan keberadaan 200 ribu pasukan Amerika Serikat yang berada di luar negeri untuk melaksanakan tugas negara atau sebagai bagian dari pasukan penjaga perdamaian.

Halaman Selanjutnya:
Tags: