Anekdot Sufi II
Tetangga Gila
Jeda

Anekdot Sufi II
Tetangga Gila

Nasruddin hampir selalu miskin. Ia tidak mengeluh, tapi suatu hari istrinyalah yang mengeluh. Maklum, harga barang pada saat bulan puasa melonjak. Sementara uang di kantong melompong. Dalam kondisi terjepit, ada saja akal sufi yang kaya ide segar ini.

Oleh:
****
Bacaan 2 Menit
<FONT SIZE='1' COLOR='#FF0000'><B>Anekdot Sufi II</B></FONT><BR>Tetangga Gila
Hukumonline

"Tapi aku mengabdi kepada Allah saja," kata Nasruddin.

"Kalau begitu, mintalah upah kepada Allah," kata istrinya.

Nasruddin langsung ke pekarangan, bersujud, dan berteriak keras-keras. "Ya Allah, berilah hamba upah seratus keping perak!" teriaknya berulang-ulang.

Tetangganya ingin mempermainkan Nasruddin. Ia melemparkan seratus keping perak ke kepala Nazaruddin. Tapi, ia terkejut waktu Nasruddin membawa lari uang itu ke dalam rumah dengan gembira, sambil berteriak, "Hai, aku ternyata memang wali Allah. Ini upahku dari Allah."

Sang tetangga menyerbu rumah Nasruddin, meminta kembali uang yang baru dilemparkannya. Nasruddin menjawab, "Aku memohon kepada Allah, dan uang yang jatuh itu pasti jawaban dari Allah."

Tetangganya marah. Ia mengajak Nasruddin menghadap hakim. Nasruddin berkelit, "Aku tidak pantas ke pengadilan dalam keadaan begini. Aku tidak punya kuda dan pakaian bagus. Pasti hakim berprasangka buruk pada orang miskin."

Sang tetangga meminjamkan jubah dan kuda.

Tidak lama kemudian, mereka menghadap hakim. Tetangga Nasruddin segera mengadukan masalahnya kepada hakim.

"Bagaimana pembelaanmu?," tanya hakim pada Nasruddin.

"Tetangga saya ini gila, Tuan," kata Nasruddin enteng.

"Apa buktinya?" tanya hakim.

"Tuan Hakim bisa memeriksanya langsung. Ia pikir segala yang ada di dunia ini miliknya. Coba tanyakan misalnya tentang jubah saya dan kuda saya, tentu semua diakui sebagai miliknya. Apalagi pula uang saya."

Dengan kaget, sang tetangga berteriak, "Tetapi itu semua memang milikku!"

Bagi sang hakim, bukti-bukti sudah cukup. Perkara putus.

Tags: