Aspek Pidana dalam MSAA Tidak Bisa Ditiadakan
Berita

Aspek Pidana dalam MSAA Tidak Bisa Ditiadakan

Jakarta, hukumonline. Master of Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) atau penyelesaian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia dengan jaminan aset perlu direvisi. Ini rekomendasi yang diberikan oleh penasehat hukum BPPN. Rekomendasi lain, aspek pidana dalam perjanjian MSAA tidak bisa ditiadakan.

Oleh:
Ari/APr
Bacaan 2 Menit
Aspek Pidana dalam MSAA Tidak Bisa Ditiadakan
Hukumonline

Kwik Kian Gie, mantan Menko Ekuin, mengakui bahwa dirinya telah menelpon Fred Tumbuan, Jum'at (22/9) pagi, berkenaan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fred Tumbuan bersama Kartini Mulyadi terhadap perjanjian MSAA. "Hasilnya secara tertulis saya belum membaca, tetapi Fred memberikan gambaran secara lisan tentang hasil penelitiannya kepada saya," kata Kwik.

Kwik menceritakan hal itu usai memberikan kuliah terbuka di Universitas Nasional Jakarta pada Jumat (22/9). Ia mengatakan bahwa hasil penelitian yang dilakukan oleh Fred Tumbuan dan Kartini Mulyadi selaku penasehat hukum Badan Penyehaatan Perbankan Nasional (BPPN) dalam penyelesaian perjanjian MSAA, telah diserahkan kepada pemerintah. Kwik sendiri tidak menerima hasil tersebut karena dirinya bukan lagi bagian dari pemerintah.

Secara lisan, Fred memberikan gambaran kepada Kwik bahwa hasil penelitian yang dilakukan oleh Fred dan Kartini Mulyadi tersebut tidaklah terlalu jauh berbeda dengan apa yang telah diperkirakan dan diperdebatkan oleh banyak pakar dan ahli hukum ekonomi selama ini. Dari hasil penelitian tersebut, memang perlu diadakan revisi terhadap MSAA. Revisi yang harus dilakukan juga tidak jauh berbeda dengan perkiraan  Kwik.

Pada intinya, rekomendasi yang disampaikan oleh Fred dan Kartini, menurut keterangan Kwik, adalah bahwa yang namanya utang itu harus dibayar. Demikian juga dengan bunganya harus dibayar.

Jadi  pemikiran yang mengatakan bahwa pembayaran itu melalui penjualan aset, sehingga kalau hasil dari penjualan aset itu kurang dari nilai utang, dan kemudian kerugiannya itu yang menanggung adalah pemerintah, tidak bisa diterima dan bertentangan dengan UU.

Pidana tidak bisa ditiadakan

Dalam rekomendasi yang diberikan oleh Fred, menurut Kwik, termasuk juga rekomendasi bahwa aspek pidana yang terjadi dalam perjanjian MSAA tidak bisa ditiadakan oleh sebuah perjanjian utang piutang yang sifatnya perdata.

Sebagai ahli hukum, Fred dan Kartini melihat secara terang-terangan bahwa ketentuan tentang release and discharge (pelunasan dan penghapusan) terhadap pelanggaran Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) itu harus batal demi hukum. Pasalnya, bertentangan dengan UU No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan.

Halaman Selanjutnya:
Tags: