Peperangan Tanpa Tapal Batas
Tajuk

Peperangan Tanpa Tapal Batas

Bom Bali meledak dan membumihanguskan Legian dalam hitungan detik. Tapi, ia menyisakan bergumulnya berbagai perasaan galau, marah, pedih, pasrah, kecewa, dan geram menjadi satu. Berkepanjangan, entah sampai kapan masih akan menoreh luka di hati kita. Bayangan keterpurukan lebih dalam menghantui banyak benak kita dan menghadang langkah ke depan kita. Tudingan dan pelecehan yang mengemuka bukan lagi jadi urusan internal keluarga besar Indonesia, tapi sudah jadi urusan setiap manusia di bumi ini yang meyakini bahwa jalan teror adalah jalan sesat.

Oleh:
ATS
Bacaan 2 Menit
Peperangan Tanpa Tapal Batas
Hukumonline

Di tengah kebingungan apa yang harus dilakukan, satu hal jelas, seperti juga kala dua gedung kembar WTC di New York menjadi puing tahun lalu--yang memulai perang baru dari ground zero di New York--bom Bali juga telah memilih lokasi perang baru di Legian. Perang baru ini tidak jelas bentuknya apa, antar siapa, melibatkan ideologi mana, di mana medan perang dan garis-garis demarkasinya, siapa musuh siapa kawan, siapa target korbannya, siapa komandan perang dan bala tentaranya, apa senjatanya, bagaimana kita harus bereaksi, dan sederet ketidakjelasan lainnya. Yang pasti jelas, korban tetap jatuh, rakyat menderita, ekonomi dan tatanan sosial budaya hancur, hukum tidak menjangkau, dan luka-luka di banyak hati tertoreh dan tercatat di sejarah kemanusiaan, seperti halnya perang-perang konvensional lainnya.

Perang baru juga bisa bereskalasi dari pemanasan sudut manapun di dunia. Bisa dari memanasnya kawasan Timur Tengah dengan Israel yang makin membabibuta dan dunia Arab yang tidak pernah berdamai dengan persoalannya sendiri. Bisa jadi dari rembetan serangan pemberontak Chechnya  di teater di jantung kota Moskow. Bisa juga dari rencana serangan yang dipaksakan AS ke Irak. Pemanasan ini bisa menjalar, merebak ke penjuru-penjuru lain dunia, seperti magma yang bergejolak dan mencari kepundan, dan akhirnya bisa meletus kapan saja, melemparkan semua lava dan debu panas ke semua arah.   

Perang baru ini tidak selalu berwajah kekerasan, tidak selalu berkonotasi dengan ledakan dan tetesan darah, walaupun ia juga sarat dengan kekejaman dan niat menghancurkan yang sama. Kehancuran ekonomi Indonesia sejak pertengahan 1997 yang diawali dengan bencana moneter, jatuhnya Rupiah ke titik terendah, bukan tidak mungkin diputuskan dari ruang-ruang eksekutif di negara-negara adidaya atau ruang-ruang CEO bank-bank raksaksa atau investment banks di Wall Street, London, atau Tokyo dan pusat keuangan dan pasar modal lainnya. Tujuannya, menghukum Indonesia yang represif, militeristik, anti demokrasi, anti hak asasi manusia, dan bisa menjadi monster ekonomi atau macan Asia baru yag besar dan mengancam hegomoni the older boys on the block.

Keputusan tersebut mengakibatkan ekonomi Indonesia hancur, infrastruktur ekonomi luluh lantak dengan hancurnya dunia perbankan, income per capita menukik ke tingkat negara miskin, ribuan perusahaan bangkrut, ratusan ribu bahkan jutaan orang menganggur, tingkat kehidupan sosial, pendidikan dan perawatan kesehatan mencapai titik rawan. Dan kemudian seperti kita semua tahu, krisis ekonomi tadi disusul dengan krisis di bidang-bidang lainnya, seperti krisis politik, hukum, kemanusiaan, ancaman disintegrasi, kebencian antaretnis dan agama, dan lain-lain yang masih terjadi sampai detik ini. Bahwa perang ini menghasilkan kejatuhan orde baru dan menumbuhkan demokratisasi, adalah sisi lain yang positif. Akan tetapi, harga yang masih harus kita bayar bukan main mahalnya.

Perang lain yang telah dan masih terjadi, tetapi kurang dirasakan adalah perang teknologi melalui jaringan internet. Pada waktu Indonesia dituduh melakukan atau membiarkan kekerasan dan perkosaan terjadi atas saudara-saudara kita etnis China di sini pada Mei 1998, puluhan atau ratusan hackers dari China daratan dan perantauan serta simpatisannya di seluruh dunia melakukan pembobolan halaman-halaman utama situs-situs Indonesia. Akibatnya, beberapa tampilan wajah situs dimasuki gangguan para hackers.

Pada waktu Australia melakukan sweeping terhadap warga Muslim Indonesia minggu-minggu lalu setelah ledakan bom Bali, para hackers Indonesia melakukan penetrasi gangguan ke banyak situs Australia. Tidak jelas akibat-akibat apa yang ditimbulkan oleh serangan hackers tersebut. Laporan yang diterima hanya terbatas kerusakan pada tampilan muka dan halaman utama saja (ingat serangan hackers yang menyebabkan tampilan halaman depan situs Department of Justice Amerika menjadi Department of Injustice).

Namun, bukan tidak mungkin telah terjadi gangguan serius atas jaringan e-commerce, data intelejen, atau kemacetan terhadap sistim pemerintahan. Yang ditakutkan adalah bila serangan hackers tersebut mengganggu sistem penerbangan, sistem pelayanan umum, infrastruktur (listrik, telpon, air minum, jalan raya, bendungan, jembatan, kereta api dan sebagainya), sistem perbankan dan jasa keuangan lainnya, satelit dan sistem komunikasi, dan lain-lain yang bukan hanya membahayakan ekonomi suatu negara. Bahkan, bukan tidak mungkin nyawa jutaan jiwa tidak berdosa.

Halaman Selanjutnya:
Tags: