Modus Operandi Cybercrime di Indonesia Makin Canggih
Fokus

Modus Operandi Cybercrime di Indonesia Makin Canggih

Jumlah dan modus operandi tindak pidana dengan menggunakan teknologi informasi sebagai wahana dan sasaran atau yang lazim disebut cybercrime mengalami peningkatan. Tapi, kejahatan ini sulit dituntaskan karena perangkat hukumnya belum memadai plus kemampuan penyidik yang belum optimal.

Oleh:
Zae/MYs/APr
Bacaan 2 Menit
Modus Operandi <I>Cybercrime</I> di Indonesia Makin Canggih
Hukumonline

Boleh percaya, boleh tidak. Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) di Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, pernah diserang penjahat. Peristiwa itu berlangsung tiga tahun lalu, persisnya pada 16 November 1999. Cuma, penjahat kali ini bukan sekawanan garong atau pencopet. Melainkan, penjahat yang ahli di bidang teknologi.

Saat itu, situs resmi Mabes Polri dimasuki virus atau lebih rincinya lagi, yaitu telah mengalami defacing. Kalau dibuka, visual yang tampak di layar justru gambar--maaf--wanita telanjang. Tentu saja, Mabes Polri gerah bukan main akibat ulah penjahat yang tak tampak batang hidungnya itu.

Tetapi, fakta di atas bisa menggambarkan betapa meluasnya tindak kejahatan di dunia maya alias cybercrime melanda Indonesia. Jika tidak segera ditangani, dikhawatirkan Indonesia akan menjadi sarang empuk bagi para hacker jahat. Belum lagi potensi kerugian yang tidak terbayangkan besarnya.

Sejauh ini, Mabes Polri sudah berusaha mengantisipasi dengan membentuk satuan setingkat subdirektorat, yaitu Subdit Tindak Pidana Teknologi Informasi (TPTI). Subdit ini berada di bawah naungan Direktorat Tindak Pidana Tertentu pada Korps Reserse Mabes Polri.

Berdasarkan salinan data yang diperoleh hukumonline, jumlah kasus yang masuk ke Subdit TPTI sepanjang 2002 diyakini mengalami peningkatan dibanding dengan tahun lalu. Sepanjang Juli hingga Desember 2001, kejahatan umum yang difasilitasi teknologi informasi mencapai 15 kasus. Sementara kejahatan yang menjadikan sistem dan fasilitas teknologi informasi sebagai sasaran mencapai 8 kasus.

Ke-15 kasus kejahatan yang disebut pertama terdiri atas kejahatan credit card fraud, stock exchange fraud, banking fraud, child pornography, dan drug trafficking. Sedangkan ke-8 kejahatan yang disebut belakangan meliputi Denial of service attack (DDoS attack), defacing, cracking, dan lainnya.

Patut dicatat bahwa locus delictie kejahatan-kejahatan tersebut bukan hanya terjadi di Jakarta sebagai pusat bisnis Indonesia. Melainkan, juga di daerah-daerah yang menjadi pusat bisnis dan pendidikan, seperti Batam, Yogyakarta, Semarang, Purwokerto dan Bandung.

Halaman Selanjutnya:
Tags: