Kecuali Terbukti Ada KKN, DPR Tak Dapat Batalkan Privatisasi Indosat
Berita

Kecuali Terbukti Ada KKN, DPR Tak Dapat Batalkan Privatisasi Indosat

Kontroversi privatisasi Indosat saat ini semakin kisruh dan menjadi bola liar yang mental ke mana-mana. Masalah ini juga menjadi komoditas para elite politik untuk digunakan sesuai kepentingan masing-masing. Di sisi lain, bau busuk memang meruak dari proses privatisasi tersebut.

Oleh:
Nay/APr
Bacaan 2 Menit
Kecuali Terbukti Ada KKN, DPR Tak Dapat Batalkan Privatisasi Indosat
Hukumonline

Saat ini, sebagian anggota DPR tengah menyiapkan  usulan hak angket untuk kasus divestasi Indosat. Sementara perseteruan antara ketua MPR Amien Rais dan Menneg BUMN Laksamana Sukardi dalam masalah ini membuahkan somasi untuk Amien. Beberapa politisi nyaring berteriak meminta agar pemerintah membatalkan privatisasi tersebut.

 

Ketua Bidang Kajian Corporate Governance & Privatisation CLGS-FH UI, Safri Nugraha, kepada hukumonline menyatakan bahwa DPR tidak mempunyai hak untuk menentukan agar privatisasi tersebut dibatalkan. Alasannya, DPR jelas bukan pemegang saham, bagian dari direksi, ataupun komisaris Indosat.

 

Namun, secara politik, merupakan tugas DPR untuk menanyakan pada pemerintah mengenai berbagai dugaan kerugian yang terjadi dalam privatisasi tersebut. Dan, Menteri Negara BUMN harus mengklarifikasi berbagai hal yang tidak jelas dalam proses itu.

 

Seperti, mengenai kerugian negara dalam penerimaan pajak. Pasalnya, Singapore Technology and Telemedia (STT) sebagai pemegang 41,94% saham Indosat ternyata menggunakan Special Purpose Vehicle (SPV), yaitu Indonesian Communication Limited (ICL) yang berbasis di Mauritius.

 

Sebagai perusahaan yang berbasis di Mauritius, negara yang dikenal sebagai tax heaven, ICL akan membayar pajak yang lebih rendah kepada Indonesia ketimbang jika Indosat secara langsung dimiliki oleh STT. Pasalnya, terdapat perbedaan perjanjian pajak antara Indonesia dengan Mauritius dan antara Indonesia dengan Singapura. "Itu harus dihitung dan merupakan fungsi DPR untuk menanyakan itu," ujar Safri.

 

Safri juga menyatakan keheranannya mengapa kalangan DPR baru saat ini meributkan privatisasi Indosat. Padahal, DPR sudah lama terlibat dalam proses privatisasi tersebut. Ia menduga, hal itu ada kaitannya dengan pemilu tahun 2004.

 

"Hal ini bisa menjadi senjata untuk menyerang partai yang berkuasa saat ini dan itu merupakan hal yang biasa. Dahulu di Inggris saat Thatcher (PM Margaret Tatcher, Red) menjual British Telecom, ia juga diserang oleh partai oposisi," ujar Safri.

Tags: