Hakim Agung Baru Siap Perang Melawan KKN
Berita

Hakim Agung Baru Siap Perang Melawan KKN

Jakarta, hukumonline. Genderang perang terhadap KKN alias korupsi, kolusi, nepotisme telah ditabuh oleh hakim agung baru. Mengubah moral penegak hukum menjadi priotitas mereka. Mampukah mereka menggulung mafia peradilan?

Oleh:
Nay/APr
Bacaan 2 Menit
Hakim Agung Baru Siap Perang Melawan KKN
Hukumonline

Wakil Ketua MA Th Ketut Suraputra telah mengambil sumpah dan melantik 16 hakim agung di Gedung MA pada 26 September 2000. Dari 16 orang hakim agung tersebut, 9 orang bukan merupakan hakim karier. Mereka berasal dari akademisi dan praktisi. Namun, hal itu tidak dirasakan sebagai hambatan bagi para hakim agung tersebut.

Hakim agung yang bukan berasal dari hakim karier, antara lain: Artidjo Alkotsar, Valerine Kierkhoff, Bagir Manan, Benjamin Mangkoedilaga, dan Muladi. Beberapa hakim agung non-karier ini malah mulai meramaikan bursa Ketua MA. Walaupun bukan hakim karier, mereka mengungkapkan akan belajar dan memberesi masalah korupsi di MA.

Artidjo Alkotsar merasa bahwa dengan terpilihnya ia menjadi hakim agung, ruang lingkup pengabdiannya menjadi lebih sempit dan agak pasif. "Kalau saya sebagai pengacara jalanan di LBH Yogyakarta 'kan lebih luas. Menggugat pemerintah, militer", ujarnya. Hakim agung ini mengaku tidak ada hambatan dalam menjalankan tugasnya, karena sebagai pengacara ia sudah terbiasa untuk mengevaluasi putusan hakim yang tidak berkualitas.

Menurut Artidjo, putusan peradilan itu jika reasoning-nya berkualitas dampaknya bagi masyarakat akan membuat masyarakat puas. "Sekarang ini 'kan kadang-kadang kalah itu tidak ada reasoning-nya. Misalnya, kenapa tiba-tiba ada SP3, kenapa si Anu kok lepas". Di masa datang, Artidjo menyatakan, putusan harus transparan.

Memberantas KKN

Artidjo melihat sekarang ini permasalahan KKN  tidak hanya di lingkungan peradilan. "KKN ada di semua lini penegak hukum. Dunia peradilan ini sudah perlu general check up, penyakitnya sudah parah," ungkapnya.

Menurut Artidjo untuk memberantas KKN, yang pertama adalah sistim, menyangkut struktur, kultur, dan budaya hukum. Langkah kedua, pemantauan potensi-potensi intelektual dari hakim. Ia berpendapat, promosi hakim harus berdasarkan hal itu karena sekarang untuk naik pangkat  tidak jelas ukurannya. Sementara untuk pengawasan, laporan harus ditanggapi. Jika ada putusan yang diragukan, maka harus diperiksa.

Artidjo mengaku,  ia belum pernah mendengar bahwa ia dicalonkan sebagai Ketua MA. "Tidak ada yang mencalonkan saya. Bagaimana saya mau bilang siap, orang tidak ada yang mencalonkan," ujar Artidjo sambil tersenyum.

Tags: