BPPN Melakukan Tindakan Hukum kepada Lima Debitur
Berita

BPPN Melakukan Tindakan Hukum kepada Lima Debitur

Jakarta, hukumonline. Banyak jurus untuk menghadapi debitur nakal. Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) punya tindakan hukum berbeda terhadap 5 (lima) debitur yang bermasalah.

Oleh:
Ari/APr
Bacaan 2 Menit
BPPN Melakukan Tindakan Hukum kepada Lima Debitur
Hukumonline

Upaya hukum BPPN ini disampaikan oleh Robertus Bilitea, Kepala Litigasi Asset Management Credit (AMC) BPPN di Jakarta pada Kamis (28/9)  didampingi oleh tim kuasa hukum BPPN dari kantor Nengah Sujana & Anthony dan dari kantor Denny Azany & Partners.

Kelima debitur yang dikenakan tindakan hukum oleh BPPN adalah:  PT Muara Alas Prima, PT Mansur Import Export, PT Dharmala Agrindo, PT Artacitra Terpadu Feedmill, PT Probolinggo Pelletizing Factory.

Dalam mengambil tindakan hukumnya, BPPN menggunakan strategi agar semaksimal mungkin uang negara dapat kembali. Strategi yang diambil oleh BPPN adalah dengan tidak mengenakan tindakan hukum yang sama terhadap kelima debitur tersebut.

Dua debitur yang diajukan pailit, yaitu PT Muara Alas Prima dan PT Dharmala Agrindo. Satu debitur diajukan gugatan perdata dan sekaligus mengajukan permohonan paksa badan, yaitu PT Mansur Import Export. Sementara terhadap dua debitur lainnya, yaitu PT Artacitra Terpadu Feedmill dan PT Probolinggo Pelletizing Factory, BPPN menggunakan wewenang yang diberikan oleh PP No. 17 tahun 1999 tentang Pembentukan Badan Penyehatan Perbankan Nasional.

Muara Alas Prima

PT Muara Alas Prima (PT MAP) yang bergerak di bidang perdagangan hasil bumi telah menerima kredit Fasilitas Kredit Modal Kerja (KMK) dari Bank Exim sebesar Rp7 miliar dan dari Bank Rakyat Indonesia sebesar Rp2,5 miliar, serta kredit Fasilitas Kredit Rekening Koran (RK) dari Bank Dharmala sebesar Rp200 juta. Ketiga kredit tersebut telah jatuh tempo masing-masing pada 31 April 1998 pada Bank Exim, 27 Juni 1998 pada BRI, dan 26 Maret 1996 pada Bank Dharmala.

Pinjaman yang diambil oleh MAP dari Bank Exim, BRI, dan Bank Dharmala telah dialihkan ke BPPN pada  31 Mei 2000. Namun hingga kini,  MAP belum juga melunasi porsi pinjaman Bank Exim, BRI, dan Bank Dharmala kepada BPPN selaku pemegang hak atas piutang. Total kewajiban utang MAP di BPPN per  31 Agustus 2000 berjumlah Rp 17.729.567.330,62.

Permohonan pernyataan pailit BPPN terhadap  MAP diajukan pada  22 September 2000 dengan perkara No. 71/Pailit/2000/PN.Niaga/Jkt.Pst dan hakim majelis Erwin Mangatas Malaw, SH, Tjahyono, SH, dan hakim ad hoc  Elyana, SH. Permohonan pernyataan pailit tersebut dilakukan karena MAP tidak membayar hutang-hutangnya pada Bank Exim, BRI, dan Bank Dharmala kepada BPPN.

Tags: