Kehakiman Satu Atap Takkan Efektif Tanpa Public Trust
Berita

Kehakiman Satu Atap Takkan Efektif Tanpa Public Trust

Salah satu tujuan dikembalikannya lagi kekuasaan kehakiman pada satu atap adalah pelaksanaan kekuasaan kehakiman yang lebih efisien dan efektif. Namun, penyatuan atap saja nampaknya tidak akan efektif tanpa dukungan elemen lainnya. Salah satunya adalah kembalinya kepercayaan publik terhadap kekuasaan kehakiman tersebut.

Oleh:
Zae
Bacaan 2 Menit
Kehakiman Satu Atap Takkan Efektif Tanpa <I>Public Trust</I>
Hukumonline

Dengan diundangkannya UU No. 35 Tahun 1999, ada satu pekerjaan rumah yang harus dikerjakan bersama setidaknya oleh Departemen Kehakiman dan HAM  serta Mahkamah Agung (MA). Yaitu, mengalihkan pelaksanaan kekuasaan kehakiman kembali ke dalam satu atap oleh MA. Dengan demikian, diharapkan pelaksanaan kekuasaan kehakiman akan lebih efisien dan efektif.

Ketua Muda Peradilan Tata Usaha Negara MA, Paulus Effendi Lotulung, mengatakan bahwa kekuasaan kehakiman memang akan lebih efektif jika dilaksanakan oleh satu tangan saja. Sehingga, tidak terjadi benturan kepentingan. "Namun, semua itu tidak akan efektif tanpa adanya public trust terhadap kekuasaan kehakiman itu," ujar Paulus, dalam seminar soal Kekuasaan Kehakiman di Jakarta beberapa waktu lalu.

Faktor kepercayaan publik memang merupkan sesuatu yang vital dalam menjalankan suatu kekuasaan, termasuk kekuasaan kehakiman. Sayangnya, faktor itu pula yang akhir-akhir semakin lama semakin berkurang di Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia sudah tidak percaya lagi kepada lembaga peradilan yang menjalankan kekuasaan kehakiman.

Check and balance

Agar timbul kembali kepercayaan masyarakat tersebut, menurut Paulus, setidaknya ada beberapa syarat yang harus dipenuhi seiring dengan pelaksanaan proses satu atap. Antara lain, perlu adanya sistem "check and balance" bagi kewenangan MA yang sangat besar tersebut.

Pendapat Paulus soal kekuasaan MA yang sangat besar memang beralasan. Jika selesai proses satu atap, persoalan administrasi terhadap empat lembaga peradilan akan menjadi salah satu tanggung jawab MA. "Jangan sampai MA menjadi tirani kekuasaan kehakiman yang tanpa kontrol dan pengawasan," tegas Paulus.

Syarat lainnya adalah perlunya segera dibentuk Komisi Judicial yang akan menjadi lembaga kontrol terhadap pelaksanaan kekuasaan kehakiman oleh MA. Pembentukan komisi itu sendiri sebenarnya adalah amanat dari UUD 1945 hasil amandemen yang harus dilaksanakan. Menurut Paulus, sekarang ini pembentukan komisi tersebut masih pada tahap penggodokan.

Satu hal lagi yang tidak boleh dianggap enteng adalah pengawasan secara langsung yang dilakukan oleh seluruh rakyat Indonesia baik secara pribadi maupun dalam bentuk wadah tertentu.

Halaman Selanjutnya:
Tags: