Kisah Tragis Perempuan Terpidana Mati Penyelundup Narkotika
Fokus

Kisah Tragis Perempuan Terpidana Mati Penyelundup Narkotika

Terbuai impian dan tergoda rayuan, enam perempuan jatuh dalam pelukan jaringan mafia narkotika. Bukannya kekayaan yang digaet, para perempuan ini malah hidup nestapa. Kini, mereka hidup sengsara di bui dan telah divonis hukuman mati!

Oleh:
Rep
Bacaan 2 Menit
Kisah Tragis Perempuan Terpidana Mati Penyelundup Narkotika
Hukumonline

Hati-hatilah berkenalan dengan orang yang baru dikenal. Tipu rayu dan bujukan maut bisa meluluhkan hati seorang perempuan. Merri Utami (Mut), seorang WNI,  agaknya terpikat dengan keramahan pria berinisial J yang baru dikenalnya di sebuah mal di Jakarta. Keramahan J telah membius Mut, sehingga pertemanan itu berlanjut ke hubungan asmara.

Apalagi, J berjanji akan menikahi Mut---yang bernama asli Cahyawanti Julianto--dan memberi nafkah Rp1 juta per minggu. Karena itu,  wanita lajang asal Sukoharjo ini oke-oke saja ketika diajak J 'jalan-jalan' ke Nepal. Ternyata, Mut malah ditinggal di Nepal karena ada teman J yang mau menitip barang. Sementara, J pulang lebih dulu ke Indonesia karena ada urusan bisnis. 

B dan M, teman J, menitipkan tas kepada Mut dengan alasan tas Mut sudah jelek. Mut memang sempat menanyakan mengapa tas baru itu berat. Namun, akhirnya ia diam saja ketika dijawab tas baru itu terbuat dari kulit. Ketika sampai di bandara Soekarno-Hatta, Mut langsung diciduk petugas Kantor Pelayanan Bea Cukai (KPBC) karena dalam tasnya terdapat 1.1 kilogram heroin.

Lemaslah Mut karena ia tertipu dan telah diperalat untuk membawa heroin. Ia tidak menikmati apa-apa, tapi malah divonis hukuman mati oleh PN Tangerang pada 20 Mei 2002. Majelis hakim yang dipimpin Ade Komarudin menyatakan tidak menemukan hal-hal yang meringankan Mut.

Karena perkenalan dengn orang asing juga, akhirnya  Edith Yunita Sianturi (EYS) bernasib sama dengan Merri Utami. Laki-laki asing berinisial W mendekati EYS  (26 tahun) sampai akhirnya mau jadi pacarnya. Pada April 2000, W yang mengaku memiliki toko di Tanah Abang, Jakarta Pusat, ini meminta EYS mengantarkan uang ke temannya yang berinisial B di Bangkok.

Bukannya  diajak pelesiran, selama seminggu EYS diam saja di hotel dan tiketnya pun ditahan B. Sebelum pulang ke Indonesia, B memberikan tas baru  untuk EYS sebagai contoh di toko W di Jakarta. Karena terbukti membawa heroin 1 kilogram dalam tasnya, EYS pun akhirnya diamankan petugas.

Dalam dakwaan primernya, JPU Siti Zahara menyebutkan EYS yang ditangkap pada 4 Juni 2001 telah melanggar Pasal 82 Ayat 1 (a) UU No. 22/1997 tentang Narkotika. Ancaman hukuman terberat pasal itu adalah hukuman mati. Majelis hakim Pengadilan Negeri Tangerang memvonis hukuman mati bagi EYS pada November 2001.

Halaman Selanjutnya:
Tags: