Dana Seret, Sektor Hukum Jalan di Tempat
Berita

Dana Seret, Sektor Hukum Jalan di Tempat

Jakarta, hukumonline. Dana sektor hukum hanya Rp175,4 miliar atau kurang dari 1% dari total alokasi anggaran 2001. Dana seret, apakah berarti sektor hukum jalan di tempat?

Oleh:
Ari/APr
Bacaan 2 Menit
Dana Seret, Sektor Hukum Jalan di Tempat
Hukumonline

Praktisi hukum Luhut MP Pangaribuan berpendapat, apabila anggaran yang dialokasikan untuk sektor hukum hanya 0,53% saja, sektor hukum hanya akan jalan di tempat saja dan tidak akan ada kemajuan. "Kalau ingin ada kemajuan, harus pula didukung dengan anggaran yang memadai," ujarnya.

Luhut menyampaikan pandangannya ketika ditanya masalah terbatasnya dana untuk sektor hukum. Ia menyatakan,  kalau anggaran hukum kita masih nomor tujuh belas, maka tahun depan kita hanya akan berbicara saja tanpa dapat melakukan apa-apa. "No action, talk only," ungkapnya kepada hukumonline.

Bahkan, Luhut mengatakan akan ada kemungkinan kita mengalami "kemunduran" di bidang hukum karena anggaran relatif tetap. Dalam APBN tahun lalu, sektor hukum mendapat 0,31% dari total anggaran. "Apalagi masalah terkait dengan hukum kian hari kian bertambah," ujar Luhut.

Kenapa begitu? "Ya.. itu karena anggaran yang direncanakan oleh pemerintah  hanya cukup untuk omong-omong saja, tidak cukup untuk bertindak," ujarnya. Namun menurut Luhut, rencana anggaran ini masih sebatas pada rencana yang diajukan kepada DPR. Ia masih berharap bahwa DPR akan berpihak kepada hukum, sehingga anggaran untuk sektor hukum dapat ditingkatkan.

Jauh dari sewajarnya

Oka Mahendra, staf ahli Departemen Kehakiman dan HAM, berpendapat bahwa anggaran untuk sektor hukum yang  sebesar 0,53% dari total anggaran, tepatnya Rp175,4 miliar, masih jauh dari yang sewajarnya. Oka sendiri berancang-ancang bahwa anggaran untuk sektor hukum itu sekitar 2,9% dari total anggaran.

Menurut Oka, yang mantan anggota DPR ini, minimnya anggaran untuk sektor hukum memperlihatkan ketidaksesuaian antara arahan yang terdapat dalam GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara) dengan yang diprioritaskan oleh pemerintah.

Dalam GBHN, hukum menempati prioritas pertama dan seharusnya ini didukung oleh anggaran yang memadai. "Kalau anggarannya hanya 0,53% ini berarti tidak sejalan antara dukungan anggaran secara konkret dari pemerintah dengan kebijakan yang ada di dalam GBHN, seharusnya hal tersebut disesuaikan," komentar Oka kepada hukumonline.

Tags: