Sidang Bob Hasan Diwarnai Polemik Undang-Undang Antikorupsi
Berita

Sidang Bob Hasan Diwarnai Polemik Undang-Undang Antikorupsi

Jakarta, hukumonline. Polemik UU No3 Tahun 1971 dan UU No.31 Tahun 1999 mewarnai sidang perkara dengan terdakwa Bob Hasan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada Rabu (4/10).

Oleh:
Leo/Bam/APr
Bacaan 2 Menit
Sidang Bob Hasan Diwarnai Polemik Undang-Undang Antikorupsi
Hukumonline

Sidang kali ini mengagendakan penyampaian replik Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas eksepsi yang diajukan penasehat hukum Bob Hasan pada pekan lalu. Menjawab pertanyaan majelis hakim yang dipimpin oleh Subardi, Ketua PN Jakarta Pusat, pada permulaan sidang, Bob Hasan menyatakan dirinya kurang sehat. Akan tetapi, raja kayu ini menyatakan kesediaannya untuk tetap dapat mengikuti jalannya persidangan.

Dalam repliknya, JPU Arnold Wangkouw menyatakan sebagian besar keberatan-keberatan tim penasehat hukum terdakwa telah masuk pada materi atau pokok perkara. Oleh karena itu seharusnya JPU tidak perlu memberikan pendapat atas keberatan-keberatan yang disampaikan tim penasehat hukum Bob Hasan.

Namun demikian, JPU tetap memandang perlu untuk memberikan pendapat atas keberatan-keberatan tersebut. Pendapat itu diberikan guna meluruskan beberapa penjelasan, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan menjadi dasar dalam persidangan ini.

Polemik dua UU

Mengenai permasalahan yang timbul sehubungan dengan pencabutan Undang-undang (UU) Nomor 3 Tahun 1971 oleh UU Nomor 31 Tahun 1999 di mana UU Nomor 31 Tahun 1999 tidak berlaku surut, JPU mengacu kepada ketentuan Pasal  103 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Disitu dinyatakan bahwa ketentuan-ketentuan dalam Bab Satu sampai Bab Delapan KUHP juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika dengan UU ditentukan lain.

Ditambahkan pula olehnya bahwa memang ketentuan Pasal 1 ayat 1 KUHP yang mengatur azas legalitas pada pokoknya menyatakan  seseorang tidak boleh dihukum atas perbuatan yang dilakukannya jika tidak ada peraturan atau undang-undang yang mengatur perbuatannya. Demikian pula jika sesudah perbuatan dilakukan kemudian terbit UU baru yang mengatur perbuatan terdakwa, UU yang baru tersebut tidak boleh berlaku surut atas perbuatan sebelum UU yang bersangkutan diundangkan.

Kini yang menjadi pertanyaan, apakah UU Nomor 31 Tahun 1999 tidak boleh berlaku surut sesuai azas legalitas mengingat perbuatan Bob Hasan dilakukan sekitar tahun 1989-1998. JPU dalam repliknya menyatakan tidak demikian.

Halaman Selanjutnya:
Tags: