Publisitas bagi Advokat
Antara Tekanan Klien dan Pelanggaran Kode Etik
Fokus

Publisitas bagi Advokat
Antara Tekanan Klien dan Pelanggaran Kode Etik

Hati-hati kalau membuat pengumuman atau iklan di media massa! Peringatan ini mungkin terkesan biasa, tetapi kadang bisa menjadi penyelamat, khususnya bagi para pengacara atau advokat. Apa pasalnya? Tentu, karena adanya larangan pemasangan iklan yang berlebihan dan publisitas bagi advokat.

Oleh:
Tri/APr
Bacaan 2 Menit
<FONT SIZE='1' COLOR='#FF0000'><B>Publisitas bagi Advokat</B></FONT><BR>Antara Tekanan Klien dan Pelanggaran Kode Etik
Hukumonline

Pasal 8 (b) Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI) jelas mengatur larangan bagi advokat memasang iklan yang semata-mata untuk menarik perhatian, termasuk pemasangan papan nama dengan ukurang dan/atau bentuk yang berlebihan. Begitu juga, larangan mencari publisitas bagi advokat yang ditujukan untuk menarik perhatian.

Sementara Pasal 8 (f) KEAI melarang advokat untuk mencari publisitas ke media massa. Khususnya, kalau publisitas itu ditujukan untuk menarik perhatian masyarakat mengenai tindakan-tindakannya sebagai advokat atas perkara yang tengah ditanganinya.

Larangan iklan dan publisitas dalam KEAI ini memang tidak kaku melarang advokat memasang iklan secara berlebihan dan publisitas. KEAI masih memberikan toleransi kepada advokat untuk bisa membuat iklan dan publisitas. Tentunya, dengan batasan sepanjang tidak berlebihan dan bertujuan untuk menegakkan prinsip-prinsip hukum.

Karena itu, silakan saja kalau advokat ingin memasang iklan dan mempublisitaskan dirinya. Asalkan, iklan yang dipasang tidak dimaksudkan untuk menarik perhatian orang. Ataupun kalau ingin memasang papan nama, tidak dengan ukurang wah, atau tidak dengan ukuran dalam bentuk yang berlebih-lebihan.

Tapi sayangnya, batasan dalam KEAI masih sangat umum mengatur tentang apa yang dimaksud dengan iklan yang berlebihan, atau publisitas yang ditujukan untuk menegakkan prinsip-prinsip hukum. Akibatnya, timbul penafsiran yang beragam di kalangan advokat.

Sebelum adanya KEAI, larangan beriklan untuk mencari publisitas juga tidak tegas. Dalam Kode Etik dan Ketentuan  tentang Dewan Kehormatan Advokat/Penasehat Hukum Indonesia Bab VII Pasal 9 (4) dinyatakan bahwa advokat/penasehat hukum tidak dibenarkan memanfaatkan media massa untuk mencari publisitas bagi dirinya atau untuk menarik perhatian masyarakat mengenai tindakan-tindakannya dalam perkara yang sedang atau sudah ditanganinya.

Selanjutnya dalam Pasal 9 (5) disebutkan bahwa dalam memaklumatkan profesinya, advokat/penasehat hukum dapat memasang nama profesinya atau dengan menggunakan sarana media massa asalkan secara berkepatutan dengan tetap mengindahkan ketentuan ayat (4).

Tags: