Erman mengatakan undang-undang memberikan peluang kepada terhukum untuk mengajukan grasi. Menurut Erman, dengan grasi eksekusi putusan dapat ditunda. "Itu (penundaan eksekusi, red) yang penting," ungkap Erman. "Klien saya, Saudara Tommy belum siap untuk menerima putusan ini, sehingga ada peluang grasi yang dengan grasi otomatis putusan tertunda, termasuk masuk penjara," tambah Erman.
Ketika ditanya dengan mengajukan grasi, berarti Tommy mengaku bersalah, Erman menyatakan hanya melihat peluang. Menurutnya, secara implisit memang dengan mengajukan grasi berarti mengaku salah. Akan tetapi, menurut Erman, secara substansi pihaknya tidak mengaku salah.
"Tidak ada ketentuan yang menyatakan pengajuan grasi itu karena pengakuan bersalah," kilah Erman. "Tetapi memang implisit pengampunan," tambah Erman kepada hukumonline.
Pernyataan Gus Dur belum sah
Menyikapi pernyataan Gus Dur yang tidak akan mengampuni Tommy, Erman Umar mengatakan untuk menolak grasi ada prosedur yang harus ditempuh, dan harus ada bentuk tertulisnya. "Jadi, pernyataan itu (penolakan Gus Dur, red) belum sah," ujar Erman. "Jadi kita masih menunggu," tambahnya.
Erman mengutarakan, biasanya putusan atas pengajuan grasi itu dalam kasus biasa keluar dalam waktu enam bulan sampai satu tahun. Akan tetapi, ungkap Erman, untuk kasus kliennya ini sangat mungkin bisa lebih cepat. Erman menyatakan, kemungkinan putusan akan keluar dalam tiga bulan ini dengan alasan Gus Dur sangat perhatian dengan kasus Tommy ini.
Sementara itu Muladi, salah seorang hakim agung, menyatakan sesuai dengan perubahan pertama Undang-Undang Dasar 1945, grasi itu diberikan oleh Presiden setelah melakukan konsultasi dengan MA. "Jadi, saya kira pendapat Gus Dur itu pendapat sementara karena dia emosional. Jengkel dengan Tommy dan keluarga Soeharto karena masalah yang ditimbulkannya beruntun," ujar Muladi.
Muladi memperkirakan, pernyataan menolak Gus Dur atas pengajuan grasi Tommy itu akan diwadahi dalam kerangka yuridis. Muladi menyatakan, dalam prakteknya, pemberian grasi itu dilakukan setelah Presiden meminta pendapat dari Menteri Kehakiman dan Jaksa Agung terlebih dahulu, yang selanjutnya dengan MA. "Semua dilakukan secara tertulis, kemudian baru keluar grasi," ujar Muladi.