Pejuang Itu Berjuang Meraih SBKRI
Fokus

Pejuang Itu Berjuang Meraih SBKRI

Tan Joe Hok, Ivana Lie, dan Hendrawan adalah 'pejuang' yang telah mengharumkan nama negara. Para pebulutangkis andalan ini telah berjuang mengibarkan sang merah putih di pentas global dengan tetesan keringat dan air mata. Ironisnya, di negerinya sendiri, para pahlawan negara ini berjuang dengan tetesan air mata untuk mendapatkan selembar Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI).

Oleh:
Rep
Bacaan 2 Menit
Pejuang Itu Berjuang Meraih SBKRI
Hukumonline

Tan Joe Hok pernah tergabung sebagai anggota tim Indonesia yang meraih Piala Thomas untuk pertama kali. Namun, ia harus berjuang bertahun-tahun untuk mendapatkan SBKRI. Bahkan, sekarang ia kembali dipusingkan SBKRI untuk anaknya. "Anak saya sampai tidak bisa sekolah," cetusnya.

 

Dalam berbagai kesempatan, Tan Joe Hok mengemukakan sulitnya mengurus SBKRI. Hampir setahun lalu (03/07/2002), mantan pebulutangkis nasional tahun 1960-an itu  bersama Komunitas Bulutangkis Indonesia (KBI) membuat nota keputusan bersama menyangkut masalah penghapusan SBKRI. Isinya, KBI meminta pemerintah menghapus SBKRI karena amat meresahkan kehidupan berbangsa warga negara yang beretnik Cina.

 

Nota itu dikrimkan ke Presiden Megawati, Ketua MPR Amien Rais, dan Ketua DPR Akbar Tandjung. Setelah menunggu hampir setahun, akhirnya KBI menemui Amien Rais di Gedung DPR/MPR (06/05). Tan Joe Hok datang didampingi sejumlah atlit dan mantan atlit bulutangkis, seperti Liem Swie King, Ivana Lie, dan Verawati Fadjrin. Mereka meminta pemerintah mencabut peraturan yang mewajibkan warga keturunan mendapat SBKRI. Alasannya, aturan itu jelas merupakan bentuk diskriminasi.

 

Menanggapi permintaan KBI ini, Amien Rais mengatakan, pemerintah harus mencabut peraturan yang mengatur tentang SBKRI ini. Janji seperti ini kerap diungkapkan para pejabat. Menjelang Imlek 2003, kepada wakil keturunan Tionghoa, Wapres Hamzah Haz menugaskan Menkeh dan HAM Yusril Ihza Mahendra untuk mensosialisasikan bahwa SBKRI tidak diperlukan lagi bagi WNI keturunan yang telah memiliki akte kelahiran dan kartu tanda penduduk, kecuali mereka yang masih dalam proses naturalisasi.

 

Masih ada diskriminasi

Namun, hingga saat ini SBKRI masih jadi momok bagi warga keturunan Cina. Justian Suhandinata pernah merasakan pahitnya mengurus SBKRI. Menjelang pernikahan putranya, mantan Presiden International Badminton Federation (IBF) justru pusing tujuh keliling. Soal tempat pernikahan  tidak ada masalah. Begitu pun soal undangan, busana pengantin, katering, dan persiapan lainnya sudah oke.

 

Lalu, apa masalahnya? Justian justru bingung dengan urusan SBKRI. Ia hanya pasrah menghadapi petugas Kantor Catatan Sipil (KCS) Jakarta Pusat, yang menyatakan SBKRI menjadi syarat mutlak pengurusan pencatatan perkawinan di KCS. Petugas KCS itu juga menyatakan, tidak akan melaksanakan pencatatan perkawinan selama tidak ada SBKRI. Akhirnya, tokoh bulutangkis itu pun mengemukakan unek-unek-nya ke surat pembaca sebuah harian nasional.

 

Bukan hanya Tan Joe Hok dan Justian yang pernah dipusingkan dengan urusan SBKRI. Sebelumnya, Hendrawan, pebulutangkis andalan nasional, juga mengalaminya. Menjelang persiapan ke Piala Thomas di Ghuangzou, China, pada Mei 2002, juara dunia tunggal putra tahun 2000 itu masih memikirkan pengurusan kewarganegaraan yang telah terkatung-katung sejak November 2001. Selain mempertanyakan rampungnya SBKRI-nya dan istrinya, Hendrawan juga mengungkapkan bahwa kakak kandungnya sudah menunggu 20 tahun SBKRI-nya yang belum juga rampung.

Tags: