Tommy dan Ricardo dicekal
Berita

Tommy dan Ricardo dicekal

Jakarta, hukumonline. Kejaksaan Agung (Kejagung) agaknya ingin lebih berhati-hati menangani Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto dan Ricardo Gelael. Pasalnya, institusi ini tidak ingin kedua terpidana ini kabur keluar negeri sebelum hukumannya dieksekusi.

Oleh:
Tri/Bam/Zae
Bacaan 2 Menit
Tommy dan Ricardo dicekal
Hukumonline

Sebagaimana diketahui, Hutomo Mandala Putra (Tommy) dan Ricardo Gelael adalah terpidana kasus ruilslag tukar guling tanah seluas 115 hektar antara PT Goro Batara Sakti dengan Bulog, yang telah merugikan negara sebesar Rp96,6 miliar. Keduanya dijatuhi hukuman penjara selama 18 bulan oleh Mahkamah Agung.

Keduanya pun sudah mengajukan grasi kepada Presiden Abdurrahman Wahid untuk meminta pengampunan atas sanksi pidana yang telah dijatuhi kepada mereka. Akan tetapi, selama keputusan presiden yang menjawab permohonan grasi itu belum dikeluarkan, eksekusi terhadap kedua terpidana ini ditunda. Dalam rentang waktu tersebut, kedua terpidana masih dapat bebas berkeliaran di luar penjara.

Selama belum ada perintah pencekalan terhadap mereka. Tommy dan Ricardo masih bebas pergi kemana saja mereka suka. Hal inilah yang mungkin  menjadi pertimbangan kejakgung mengeluarkan perintah pencekalan itu. "Kami takut mereka akan melarikan diri, sehingga tindakan pencekalan ini dikeluarkan", ujar Kapuspenkum Kejagung Yushar Yahya.

Surat pencekalan terhadap Tommy dan Ricardo tersebut ditandatangani oleh Jaksa Agung Muda Intelijen Kejagung Yusuf Kartanegara. Surat pencekalan itu masing-masing nomor Kep-123/D/DPII/X/2000 untuk terpidana Tommy, dan nomor Kep-124/D/DPII/X/2000 untuk Ricardo. Pencekalan itu  diberlakukan selama 1 tahun sejak dikeluarkan pada 7 oktober 2000.

Pengaturan pencekalan

Perintah pencekalan yang dikeluarkan oleh Kejagung tentunya harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan agar memiliki kekuatan hukum. Sampai saat ini, perintah pencekalan diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 9 Tahun 1992 tentang Imigrasi.

Di dalam UU itu, tidak digunakan istilah "cekal" ataupun "pencekalan", melainkan "pencegahan" sebagaimana diatur dalam Pasal 1 butir jo Pasal 11, 12, 13, dan 14 UU Nomor 9 Tahun 1992.

Tindakan Kejagung mengeluarkan perintah pencegahan atas seorang terpidana memang dibenarkan berdasarkan ketentuan Pasal 11 ayat 1 butir c UU Nomor 9 Tahun 1992. Ketentuan Pasal 11 ayat 1 butir c itu mengatur "Wewenang dan tanggung jawab pencegahan dilakukan oleh jaksa agung, sepanjang menyangkut pelaksanaan ketentuan Pasal 32 huruf g UU Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia."

Sementara Pasal 32 huruf g UU Nomor 5 Tahun 1991 mengatur "Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang mencegah atau melarang orang-orang tertentu untuk masuk ke dalam dan meninggalkan wilayah kekuasaan negara Republik Indonesia karena keterlibatannya dalam perkara pidana."

Dari ketentuan-ketentuan tersebut, jelas diatur bahwa Jaksa Agung lah yang berwenang mengeluarkan perintah pencegahan. Itu pun menurut ketentuan Pasal 12 ayat (1) UU Nomor 9 Tahun 1992 harus dilakukan secara tertulis.

Memang, Kejagung perlu diacungi jempol atas perintah pencegahan itu. Akan tetapi, ada kejanggalan dalam surat keputusan yang memerintahkan pencegahan atas Tommy dan Ricardo itu, yakni ditandatanganinya surat keputusan itu oleh Jaksa Agung Muda Intelijen Kejagung Yusuf Kartanegara, bukan oleh Jaksa Agung Marzuki Darusman.

Tags: