Perlindungan Palsu bagi Bukan Perokok
Fokus

Perlindungan Palsu bagi Bukan Perokok

Setiap tanggal 31 Mei, masyarakat dunia memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia. Di Indonesia, mereka yang bukan perokok mestinya bisa menghirup udara lega dengan adanya aturan kawasan bebas rokok. Sayangnya, tidak ada sanksi bagi pelanggarnya.

Oleh:
Nay/APr
Bacaan 2 Menit
Perlindungan Palsu bagi Bukan Perokok
Hukumonline

Percuma juga ada aturan kawasan bebas rokok karena tidak ada yang peduli, termasuk wakil rakyat. Beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan santai mengepulkan asap rokok mereka saat fit and proper test hakim agung di ruang Komisi II DPR. Padahal, ruang sidang komisi di Gedung DPR bukan hanya ber-AC, melainkan juga terkenal dengan suhu  AC-nya yang menggigit.

 

Kondisi yang sama terjadi pula di berbagai tempat umum lainnya. Di ruang tunggu Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tinggi, misalnya, para pengunjung merokok dengan bebasnya. Tidak terkecuali, dalam bus kota yang penuh sesak dengan penumpang. Meskipun ada perempuan tengah hamil besar, ada saja penumpang yang cuek dan tetap merokok.

 

Lebih gawat lagi, rumah sakit ternyata juga tidak bebas dari asap rokok. Dalam ruang tunggu di berbagai rumah sakit, asap rokok yang menusuk hidung masih bersliweran. Begitu pula di kantor, tempat para pekerja menghabiskan hampir sebagian waktu mereka dalam sehari.

 

Lisa, 28, seorang wartawan sebuah harian ibukota, menceritakan kekagetannya ketika memeriksakan diri ke dokter. Lisa selama beberapa bulan menderita batuk yang tidak kunjung reda. Setelah dirontgen,  dokter menyatakan ia menderita TBC. Dokter pun menyuruh Lisa segera berhenti merokok.

 

Hal yang membuat bingung Lisa adalah ia sama sekali bukan perokok. Namun di kantornya, hampir seluruh karyawan yang satu ruangan dengannya merokok. Bahkan, ada yang tidak bisa 'keluar ide' kalau di mulutnya asap rokok tidak mengepul. Akibatnya, Lisa tentu saja harus ikut menelan semua asap rokok itu.

 

Ketika Lisa mencoba meminta rekan kerjanya untuk tidak merokok, mereka menolak. Alasannya, mereka tidak dapat bekerja jika tidak sambil merokok. Pekerjaan di bidang kreatif memang sering dijadikan alasan oleh para perokok untuk merokok di tempat kerja.

 

Karena tidak tahan, Nina, 25, terpaksa berhenti dari kantornya, sebuah biro iklan. Dalam ruangan ber-AC seluas 5x9 meter persegi, Nina ditempatkan bersama beberapa rekan kerjanya. Semua rekan kerja Nina perokok berat.  Walau menyukai pekerjaannya dan cukup berprestasi di tempat itu, Nina akhirnya mengalah kepada para perokok itu dan memilih pindah ke biro iklan lain.

Tags: