Pembuktian Per se rule dalam UU Anti Monopoli
Kolom

Pembuktian Per se rule dalam UU Anti Monopoli

Di samping rule of reason, bentuk norma dalam pasal-pasal UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Anti Monopoli) adalah per se rule. Berbeda dengan rule of reason yang melarang suatu perbuatan karena akibatnya yang bersifat mengurangi kompetisi atau mengganggu kepentingan konsumen, per se rule melarang suatu perbuatan tanpa mempertimbangkan dampak yang terjadi. Dalam hukum persaingan, perbuatan semacam ini dikenal dengan istilah perbuatan per se illegal karena dilarang as is dan bersifat illegal sejak timbulnya tanpa kemungkinan alasan pembenar baik secara ekonomis atau yuridis.

Bacaan 2 Menit
Pembuktian Per se rule  dalam UU Anti Monopoli
Hukumonline

Dalam UU Anti Monopoli, pasal-pasal yang bersifat per se illegal dapat diidentifikasi dari penormaannya yang tidak mempersyaratkan keadaan "yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat" sebagai determinan terjadinya pelanggaran. Pasal-pasal dimaksud antara lain: pasal 6 (perlakuan diskriminasi), pasal 7 (penetapan harga), pasal 10 (pemboikotan), pasal 15 (perjanjian tertutup), pasal 24 (hambatan produksi dan pemasaran), pasal 25 (posisi dominan), serta pasal 27 tentang pemilikan saham.

 

Alasan mengapa pasal-pasal di atas dipilih sebagai per se illegal dan bukannya rule of reason, sebagaimana pasal substantif lainnya, tidak ditemukan dalam Bagian Penjelasan UU atau dalam notulen perdebatan legislatif. Meskipun demikian, ditinjau dari perspektif jenis perbuatan dan karakteristik penormaannya yang bersifat larangan (pro habetur) secara mutlak, pasal-pasal ini pada dasarnya identik dengan pasal hard core cartel. Dalam pandangan keilmuan (communis opinio doctorum), hukum persaingan meliputi perbuatan bilateral untuk mengendalikan pasar, seperti boikot, penetapan harga, alokasi pasar, dan bid rigging.

 

Hard core cartel sebagai bentuk tindakan bilateral berupa perjanjian atau konspirasi antara pelaku usaha atau pihak lain untuk mengendalikan perdagangan merupakan perilaku pertama yang dilarang dalam hukum persaingan usaha di Amerika Serikat (Amerika) melalui  pasal 1 Sherman Act 1890 dan di Uni Eropa, sebagaimana diatur dalam artikel 81 EU Treaty.

 

Dalam implementasi peraturan tersebut, komisi pengawas persaingan usaha di kedua negara ini menggunakan metode pembuktian yang berbeda untuk tiap kasus cartel sesuai dengan variasi  modus dari prilaku cartel tersebut. Meskipun demikian, pengadilan mendukung penggunaan metode pembuktian yang berbeda ini dan berdasarkan pada fakta-fakta yang terungkap, membenarkan telah terjadinya perilaku cartel.      

 

Dalam kaitan ini, isu yang mengemuka adalah apakah prinsip pembuktian cartel yang berlaku dalam penegakan hukum persaingan di negara-negara itu, atas dasar kesamaan substansi, dapat juga diberlakukan dalam penegakan hukum persaingan di Indonesia.

 

Hardcore cartel dan  per se illegal

 

Salah satu hard core cartel yang umum dilakukan para pelaku usaha dalam menjalankan bisnisnya adalah price fixing atau penetapan harga. Di Amerika Serikat, leading case dalam konteks ini adalah kasus U.S. v. Socony-Vacuum Oil Co. (1940). Diungkapkan bahwa para produsen sekaligus distributor minyak di wilayah mid-western Amerika memiliki kesepakatan tidak tertulis (gentlement agreement) di antara mereka untuk mencari distributor independen masing-masing di samping distributor yang sudah ada dari perusahaannya sendiri.

 

Kesepakatan tidak tertulis ini menyebabkan mereka menguasai seluruh jalur distribusi minyak di wilayah itu. Hal ini yang kemudian memungkinkan mereka menaikkan harga secara sistematis dengan cara bersama-sama membatasi kuantitas produksi dan distribusi minyaknya. Menyikapi kesepakatan ini, Supreme Court (pengadilan) Amerika memutuskan bahwa pertama, kesepakatan tidak tertulis (gentlement agreement) di antara produsen minyak itu sudah cukup memenuhi kualifikasi perjanjian atau konspirasi sebagaimana dilarang Sherman Act. Kedua, pengaturan harga minyak merupakan pelanggaran yang tidak memiliki alasan pembenar apapun.

Halaman Selanjutnya:
Tags: