Hukumonline:Jendela Pergulatan Hukum Negeri Ini
Indra Safitri

Hukumonline:Jendela Pergulatan Hukum Negeri Ini

Sudah lama saya berjanji dan berkeinginan untuk menulis artikel di media online ini, yang tak terasa umurnya sudah tiga tahun rupanya. Namun setiap saya mencoba berfikir apa yang terbaik untuk tulisan tersebut -- yang relevan dengan status dan eksistensinya sebagai sarana informasi online -- bersamaan pula pikiran saya menjadi buntu karena membaca berita-berita hukum yang tak pernah lepas dari coreng moreng, kehinaan, dan ketidakberdayaan dari segala sudut dan pandangan. Terkadang ada juga satu dua berita, tulisan yang memberikan harapan. Tapi, hampir kebanyakan larut dengan kesedihan bahwa semakin hari menunjukan beban berat yang tak pernah hilang.

Bacaan 2 Menit
Hukumonline:Jendela Pergulatan Hukum Negeri Ini
Hukumonline

 

Bercerainya kita dengan IMF, konon menurut salah seorang menteri ekonomi, kita mampu untuk independen, karena kita sudah memiliki segepok perundang-undangan yang Insya Allah kalau dipatuhi, maka selamatlah kita. Saya sangat bersyukur bahwa pernyataan menteri yang latar belakangnya ekonomi tersebut meyiratkan bahwa sistem dan sarana hukum, khususnya yang berhubungan dengan proses pemulihan dan mengembalikan kepercayaan investor, menjadi urat nadi menggantikan IMF -- yang selama ini sudah kita ketahui -- lebih banyak berfungsi sebagai "panglima" ketimbang "hukum" itu sendiri.

 

Yakinkah Anda dengan harapan pak menteri tersebut. Tanpa mengurangi rasa hormat saya dengan apa yang disampaikan beliau itu, terus terang kalau pernyataan tersebut muncul dari seorang menteri ekonomi bagi saya hal tersebut tidak terlalu istimewa. Terkecuali, bila "semangat" dan keyakinan tersebut muncul dari seorang menteri hukum. Karena, hal-hal itu akan menjadi cermin bahwa memang kesungguhan untuk membangunan tatanan hukum sebagai pilar untuk mendorong proses pemulihan berhubungan antara realita ekonomi dan hukum itu sendiri.

 

Lihat saja, apakah tanda-tanda zaman yang menunjukan bahwa pergulatan hukum di negeri ini telah sejalan dengan pulihnya indikator ekonomi, sama sekali bertolak belakang. Hukumonline memberitakan terus-menerus bagaimana kasus Semen Padang ibarat duri dalam daging bagi isu-isu sehubungan dengan privatisasi, otonomi daerah, dan good corporate governance.

 

Belum selesai satu persoalan, muncul lagi Telkom Tbk -- konon sebagai flag carrier -- yang ternyata menurut SEC, laporan keuangannya tidak tergolong memenuhi syarat Wall Street, sebuah penurunan kualitas korporasi didunia internasional. Masih ada lagi "kasus cessie" antara Bank Permata Tbk dan Kejagung, contoh ketidakpastian yang justru terjadi di antara lembaga dan entitas penegak hukum pemerintah. Kemudian, ditutup dengan kasus "yang tak tersirat rasa bersalah sedikit pun" ketika Samadikun Hartono ternyata lebih senang hidup dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO) dari pada harus menjadi terpidana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

 

Kalau kasus dan fenomena hukum tersebut di atas masih punya peluang untuk diselesaikan, baik oleh sistem yang dibuat oleh manusia maupun keadilan yang datangnya dari Tuhan, maka fenomena terakhir ini yang agak mengelisahkan saya. Yaitu, soal cara berpikir dan kualitas dari integritas manusia yang memformulasikan hukum dengan dampak yang akan dipikul oleh masyarakat luas. Soal status tersangka, terdakwa atau apapun formulasi formal, tidak diharamkan untuk menjadi bagian dari sebuah bangunan konstitusional maupun kelembagaan penegakan hukum lainnya yang seharusnya didudukkan dalam tatanan norma dan kualitas tanpa cela.

 

Kegelisahan saya adalah, pola fakir para pembuat undang-undang dan sebagian dari mereka yang berada di kerucut paling tertinggi negeri ini sudah tidak dapat membedakan lagi mana unsur dan elemen yang mecerminkan sebuah pergulatan formal dengan ukuran etika, moral, dan prinsip yang secara universal menjadi ukuran dari peradaban abad ini.

 

Sungguh bila realita ini tidak segera diselesaikan, alangkah terhinanya kita semua. Karena, bagaimana bangsa-bangsa lain melihat betapa produk hukum kita dan manusia di dalamnya. Bukan sekadar tertinggal dalam bidang ekonomi, melainkan tertinggal dalam cara berfikir moderen dengan menjunjung setinggi-tinggi prinsip clean government dan clean human.

 

Saya tak mau berpanjang kata lagi. Saya hanya ingin mengucapkan selamat ulang tahun yang ketiga hukumonline, dan jadikan situs ini menjadi situs yang bersih, jujur ulasannya, dan kajian investigatif.

 

Indra Safitri adalah pengamat hukum pasar modal, dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Oleh sebab itu, tema yang menurut saya tidak membosankan, saya pilih dengan mengulas situs ini sendiri yang kebetulan sedang berulang tahun. Secara pribadi, saya sangat menghargai dan menghormati rekan-rekan yang ada di balik hidupnya situs hukum ini. Walaupun dugaan saya, akibat berbagai himpitan ekonomi -- terutama makin tidak kondusifnya biaya telepon -- merupakan tantangan yang sangat besar agar situs dapat terus online bersama kita semua.

 

Bagi saya dan mungkin juga kebanyakan pengunjung situs ini -- yang tentunya mau berkunjung secara online, walaupun harus mengeluarkan sedikit ongkos telepon -- pastilah kelompok masyarakat yang haus dengan informasi hukum, terutama ingin mengetahui gerangan apa yang telah terjadi di sekitar kita. Mungkin juga, ada yang memerlukan tambahan referensi untuk kuliah, mengajar, atau kegiatan akademis lainnya. Namun, ada juga yang membaca perkembangan aktual berbagai warna warni kehidupan hukum di Indonesia, sebagian juga di luar Indonesia.

 

Meng-klik informasi di www.hukumonline.com, ibarat memasuki rumah sendiri, bila Anda berasal dari komunitas hukum. Karena, bahasa dan urutan informasinya memang digodok oleh mereka yang pernah belajar hukum. Sehingga agak berbeda bila Anda mengunjungi situs berita lainnya, yang terkadang hanya mengungkapkan sudut pandang yang tidak tuntas untuk suatu persoalan hukum.

 

Hasil kerja keras dari lembaga pengasuh situs ini, terkait pula dengan penyediaan sejumlah informasi dari berbagai putusan peradilan, terutama peradilan niaga. Terlepas dari "bau" yang sering menyebarkan dari berbagai kasus kontroversial yang dibuat oleh lembaga yang "seharusnya" terhormat itu, setidak-tidaknya ada keyakinan bahwa di kemudian hari, negara ini akan melahirkan sebuah peradilan yang baik dan terhormat dengan para hakim, pengacara dan semua komponennya adalah mereka yang tahu harga diri dan punya tanggung jawab, baik dunia dan akhirat.

 

Hukumonline akan berperan banyak untuk menjadi pintu gerbang elektronik sebuah pergulatan yang panjang -- bila tetap eksis -- bahwa menjadikan hukum sebagai panglima di negeri tercinta ini perlu sarana dan terobosan yang dapat menjangkau seluruh masyarakat di Indonesia. Jadi, jangan biarkan hukumonline hanya untuk mereka yang di Jakarta saja. Masih banyak saudara-saudara kita -- para hakim, jaksa, dan anggota masyarakat lainnya -- yang ada di daerah untuk dapat membaca dan belajar menjadi masyarakat hukum.

Tags: