TAP MPRS Pembubaran PKI Tetap Dipertahankan
Berita

TAP MPRS Pembubaran PKI Tetap Dipertahankan

Sidang Tahunan (ST) MPR 2003 akhirnya menyetujui seluruh laporan dari komisi-komisi. Termasuk laporan komisi B yang menyatakan bahwa seluruh Ketetapan (TAP) MPRS dan MPR tahun 1960 sampai dengan 2002 dinyatakan tidak berlaku lagi, kecuali beberapa ketetapan MPRS/MPR.

Oleh:
Tri
Bacaan 2 Menit
TAP MPRS Pembubaran PKI Tetap Dipertahankan
Hukumonline

Alternatif kedua yang diusulkan FPDIP, TAP MPRS No. XXV/1966 ke depan diberlakukan dengan berkeadilan, tidak diskriminatif terhadap individual dan kelompok tertentu (yang tidak terlibat secara langsung seperti yang ditetapkan dalam TAP MPRS yang bersangkutan) dan menghormati hukum, prinsip demokrasi dan HAM.

Tetapi memasuki rapat paripurna VI, FPDIP yang awalnya ngotot menggolkan alternatif kedua, akhirnya mau menerima alternatif pertama. Sehingga secara redaksional pemberlakuan TAP MPRS NO. XXV/1966 yaitu ke depan TAP MPRS No. XXV/1966 diberlakuan dengan berkeadilan dan menghormati hukum dan prinsip demokrasi dan HAM.

Awalnya, anggota Komisi B Syamsul Bahri menjelaskan,  usulan FPDIP soal TAP MPRS 1966 itu sulit untuk dilaksanakan. "Kami khawatir kalau usulan itu diterima malah akan menimbulkan perbedaan penafsiran," ucap Bahri dalam sebuah diskusi di Jakarta yang digelar Radio 68H.

Sedangkan mengenai TAP MPRS XXXIII/1967 mengenai penyelesaian persoalan hukum yang menyangkut Soekarno, FPDIP akhirnya mau juga menerima usulan fraksi lain bahwa ketetapan tentang Soekarno tidak perlu dilakukan dengan tindakan hukum lebih lanjut, karena ketetapan itu sudah bersifat individual, konkrit, sekali selesai, final (einmalig).

Masih diperlukan

Soal pemberlakuan kembali TAP MPRS No. XXV/1966, sejarawan Lembaga Ilmu dan Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam pada diskusi yang sama juga menegaskan, sebenarnya TAP itu tidak diperlukan lagi. "Saya kira perlu ada pelurusan sejarah, sehingga anggota MPR tidak terperangkap pada soal, perlu tidaknya TAP MPRS No. XXV/1966," paparnya.

Menurut Adam, pemberlakuan TAP MPRS No. XXV/1966, sudah sejak awal keliru ditetapkan. Seharusnya pada 1966 yang dilakukan adalah rekonsiliasi, bukan malah membuat ketetapan yang menyebabkan ratusan ribu orang PKI menjadi korban. "Apalagi saat ini masih banyak keturunan PKI yang tidak tahu apa-apa mengenai apa yang dilakukan orang tuanya, harus menanggung beban," tegas Adam. 

Pandangan berbeda disampaikan tokoh CSIS Harry Tjan Silalahi. Pada kesempatan yang sama, Harry mengatakan TAP MPRS tentang PKI sudah benar. Namun menurut Harry, yang diperlukan saat ini adalah bagaimana melaksanakan ketetapan itu agar tidak menimbulkan implikasi negatif kepada keturunan PKI.

"Menurut saya ketetapan MPRS tentang PKI masih tetap diperlukan. Tapi yah harus berkeadilan dan menghormati HAM. Pasalnya, saya yakin betul yang berada dibalik pengkhianatan itu adalah PKI," cetusnya.

Senada dengan Harry, Syamsul Bahri menandaskan bahwa keberlakuan kembali ketetapan MPRS soal PKI, sebenarnya merupakan tindakan preventif agar PKI tidak ada lagi. "Kami sudah berketetapan bahwa PKI tidak boleh hidup di Indonesia, karena bertentangan dengan Pancasila," ujar Syamsul. (Tri)

Salah satu TAP yang masih berlaku adalah TAP MPRS No. XXV/1966 tentang Pembubaran PKI. Awalnya, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP) menyatakan menolak pemberlakuan kembali TAP MPRS tersebut. Namun akhirnya menerima dengan altenatif tersendiri.

Ketua Komisi B, Rambe Kamaruzaman, pada Rapat Paripurna V Sidang Tahunan (ST) MPR melaporkan bahwa seluruh fraksi sepakat untuk menghapus TAP MPR yang dibahas komisi B, minus beberapa TAP. Sedangkan soal pemberlakuan kembali TAP MPRS yang membubarkan PKI, FPDIP belum sepakat menerima alternatif yang diusulkan fraksi lain.

Menurut Rambe, ada dua alternatif yang diajukan untuk memutuskan keberlakuan TAP MPRS No. XXV/1966. Alternatif pertama, seluruh ketentuan dalam TAP MPRS NO. XXV/1966 ke depan diberlakukan dengan berkeadilan dan menghormati hukum dan prinsip demokrasi dan HAM.

Tags: