Inilah Sepuluh Perkara Pertama Mahkamah Konstitusi
Utama

Inilah Sepuluh Perkara Pertama Mahkamah Konstitusi

Meski "baru" berdiri bukan berarti Mahkamah Konstitusi sepi akan perkara. Paling tidak ada sepuluh perkara judicial review limpahan dari Mahkamah Agung yang antri untuk diputus para hakim konstitusi yang segera dilantik.

Oleh:
Amr
Bacaan 2 Menit
Inilah Sepuluh Perkara Pertama Mahkamah Konstitusi
Hukumonline

Karena itulah, kesepuluh permohonan judicial review yang akan dilimpahkan ke Mahkamah Konstitusi itu masih mendasarkan pada Peraturan MA (Perma) No.2/2002 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Wewenang Mahkamah Konstitusi oleh MA. Berikut daftar sepuluh perkara judicial review selengkapnya.

Tabel: 10 UU yang Diajukan Judicial Review

No

UU

Judul

Pemohon

1

20/2002

Ketenagalistrikan

Asosiasi Penasehat Hukum dan HAM Indonesia

2

12/2001

Minyak dan Gas Bumi

Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia

3

24/2002

Surat Utang Negara

Koalisi Masyarakat Anti Kenaikan Harga

4

14/1985

Mahkamah Agung

-

5

32/2002

Penyiaran

Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia

6

30/2002

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara

7

12/2003

Pemilihan Umum

Partai Politik Islam Indonesia Masyumi, dkk

8

31/2002

Partai Politik

Dewan Pimpinan Partai Politik Penyelamat PPP Reformasi

9

22/1999

Pemerintahan Daerah

Asosiasi Pejabat Pembuat Akta Tanah Indonesia

10

11/2003

Perubahan UU No.53/1999 tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten  Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten  Kuantan Singingi, dan Kota Batam

-

      Sumber: Pusat Data Hukumonline, 2003

Syarat judicial review

Dari sekian perkara yang akan dilimpahkan ke Mahkamah Konstitusi tersebut, tampaknya satu diantaranya yaitu judicial review atas UU No.14/1985 terancam gugur karena tidak memenuhi persyaratan formal. Pasalnya, menurut UU Mahkamah Konstitusi UU yang bisa di-judicial review hanyalah UU yang diundangkan setelah perubahan pertama UUD '45 yang disahkan pada 19 Oktober 1999.

Hal ini sempat dipermasalahkan oleh anggota Komisi II dari F-PDIP Prof. J.E. Sahetapy. Bahkan, ia sempat menanyakan problem itu kepada beberapa calon hakim konstitusi yang mengikuti proses fit and proper test.

Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Surabaya Eko Soegitario, salah seorang calon hakim konstitusi, mengatakan bahwa pelimpahan perkara-perkara dari MA ke Mahkamah Konstitusi bisa menjadi masalah. Pasalnya, ia memandang bahwa pelaksanaan kewenangan Mahkamah Konstitusi oleh MA tidak sesuai dengan yang diatur dalam konstitusi.

Menurut Soegitario, kekeliruan MA dimulai saat lembaga pimpinan Bagir Manan tersebut membuat hukum acara Mahkamah Konstitusi dalam bentuk Perma No.2/2002. Padahal, menurut konstitusi hukum acara Mahkamah Konstitusi harus diatur dalam peraturan setingkat undang-undang.

Mantan Hakim Agung Benyamin Mangkudilaga mengatakan bahwa dari kurang lebih seratus perkara judicial review yang masuk ke Mahkamah Agung, hanya sepuluh diantaranya kemungkinan besar akan dilimpahkan ke Mahkamah Konstitusi. Kesepuluh perkara ini, menurut Benyamin, belum diputus oleh MA.

Kesepuluh perkara tersebut adalah permohonan hak uji materiil (judicial review/toetsingrecht) atas sejumlah undang-undang yang dinilai bertentangan dengan UUD '45. Benyamin membeberkan daftar sepuluh perkara judicial review tersebut saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) calon hakim konstitusi di Komisi II DPR (12/08).

Menurutnya, sebagian besar dari perkara-perkara itu belum sempat diperiksa karena majelisnya belum dibentuk. Sejak 16 Oktober 2002 hingga 17 Agustus 2003, kewenangan Mahkamah Konstitusi dilaksanakan oleh MA. Hal demikian diatur dalam Pasal III Aturan Peralihan UUD '45.

Tags: