Penantian Pendaftaran Jaminan Fidusia Masih Berlanjut
Fokus

Penantian Pendaftaran Jaminan Fidusia Masih Berlanjut

Undang-undang (UU) Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, kini telah memiliki peraturan pelaksanaannya. Pada 30 September 2000, pemerintah telah menerbitkan tiga peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaan jaminan fidusia sebagaimana diatur dalam UU Nomor 42 Tahun 1999 tersebut.

Oleh:
Bam
Bacaan 2 Menit
Penantian Pendaftaran Jaminan Fidusia Masih Berlanjut
Hukumonline

Ketiganya adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia, PP Nomor 87 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas PP Nomor 26 Tahun 1999, dan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 139 Tahun 2000 tentang Pembentukan Kantor Pendaftaran Fidusia di Setiap Ibukota Propinsi di Wilayah Negara Republik Indonesia.

Meskipun ketiga peraturan pelaksana itu baru diterbitkan persis satu tahun sejak diundangkannya UU Nomor 42 Tahun 1999, penerbitan ketiganya perlu disambut positif, tentunya dengan alur berpikir kritis. Masalahnya, masih banyak hal yang perlu dilakukan untuk memberikan kepastian hukum atas jaminan fidusia, meskipun sudah ada PP dan Keppres itu.

Ada yang unik dari penerbitan peraturan perundang-undangan mengenai fidusia ini (UU, PP, dan Keppres). UU Nomor 42 Tahun 1999 sebagai peraturan perundang-undangan tertinggi mengenai fidusia diterbitkan pada pemerintahan BJ Habibie. Sementara peraturan perundang-undangan di bawahnya, yakni PP dan Keppres, diterbitkan pada pemerintahan Abdurrahman Wahid. Lucunya lagi, Kedua PP dan Keppres itu ditandatangani oleh Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri.

Sekilas mengenai fidusia

Jaminan fidusia telah dikenal sejak 1932 melalui arrest Bataafche Petroleum Maatschappij (Hooggerechtshoft 18 Agustus 1932, Indische Tijdshcrift van het Recht Deel No. 136). Kemudian jaminan fidusia ini dituangkan dalam yurisprudensi, di antaranya Keputusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 372K/Sip/1970 tanggal 1 September 1971.

Sebagai suatu yurisprudensi, jaminan fidusia pun tumbuh dan berkembang untuk memenuhi kebutuhan perdagangan. Benda jaminan yang berupa benda bergerak tidak diserahkan kepada kreditur/penerima jaminan fidusia seperti halnya gadai, tetapi tetap berada dalam penguasaan debitur/pemberi jaminan fidusia.

Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchum Sofwan, SH pada tahun 1977 telah menyampaikan hasil penelitiannya mengenai jaminan fidusia. Sri Soedewi menyarankan agar jaminan fidusia diatur dengan UU dan didaftarkan dalam suatu daftar jaminan fidusia.

Akhirnya, setelah 22 tahun sejak buah pikiran itu dikemukakan, jaminan fidusia diatur dalam UU Nomor 42 Tahun 1999 serta dua peraturan pelaksanaannya. Sebelumnya, di samping dalam yurisprudensi, jaminan fidusia hanya diatur secara sporadis, antara lain dalam UU Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman, yang menentukan rumah di atas hak milik orang lain dapat dibebani fidusia, tetapi belum diwajibkan untuk didaftarkan.

Tags: