ICW Ajukan Praperadilan atas SP3 Texmaco
Utama

ICW Ajukan Praperadilan atas SP3 Texmaco

Kritik pedas atas langkah Kejaksaan Agung mengeluarkan SP3 sejumlah kasus korupsi ditanggapi dengan tantangan. Kejaksaan meminta masyarakat yang tidak terima, supaya menempuh upaya praperadilan. ICW pun menerima tantangan itu dengan mempraperadilankan SP3 kasus Texmaco.

Oleh:
Mys/M-2
Bacaan 2 Menit
ICW Ajukan Praperadilan atas SP3 Texmaco
Hukumonline

 

Lebih lanjut ICW memaparkan bahwa dari jumlah kredit yang diminta dari bank, diduga telah terjadi pelanggaran Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK). Perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai penggelapan dan melanggar pasal 1 huruf (a) UU No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

 

ICW juga menilai ada keanehan dalam sikap Kejaksaan Agung. Alih-alih berusaha mendapatkan  bukti dan saksi sebanyak mungkin,  ICW malah melihat bahwa selama ini kejaksaan agung tidak pernah menjadikan para pejabat bank itu sebagai tersangka. Hasil pemeriksaan BPKP menunjukkan dugaan kuat terlibatnya pejabat bank dalam rekayasa pre-shipment dan pelanggaran BMPK. Termasuk dalam kasus Texmaco.

 

Fasilitas kredit buat Texmaco

Terjadinya pelanggaran BMPK pada pemberian fasilitas kredit pre-shipment dan placement deposito untuk Texmaco sudah diketahui oleh Bank BNI. Namun oleh BI kemudian diberikan alasan pembenar dan pengecualian terhadap pelanggaran BMPK.

 

Fasilitas kredit Texmaco diduga merugikan negara. Berdasarkan pemeriksaan BPKP, fasilitas kredit Texmaco menjadi kredit macet yang mengakibatkan dampak penyimpangan. Antara lain, negara tidak memperoleh tambahan devisa atas rencana hasil ekspor tersebut. Negara juga akan mendapat pembebanan biaya yang berkaitan dengan dana rekapitulasi untuk BNI.

 

Menurut ICW, apabila kredit pre-shipment tepat pada sasarannya dan benar-benar berhasil, perhitungan GAPENSI menunjukkan bahwa hal itu bisa mempercepat proses pemulihan ekonomi. Juga, memberikan lapangan kerja serta menghidupi kurang lebih 6 juta orang. "Kenyataannya kredit tersebut macet dan sampai sekarang masih bermasalah. Berarti jelas merugikan negara", tulis ICW dalam rilisnya.

 

Berdasarkan catatan hukumonline, gugatan praperadilan terhadap Kejaksaan Agung bukan kali ini saja diajukan. Ikatan Keluarga Besar Laskar Ampera (IKBLA) Arief Rahman Hakim Kaltim, pernah mempraperadilankan Jaksa agung RI cq Kepala kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur cq Kepala Kejaksan Negeri Samarinda berkaitan dengan penghentian penyidikan.

"Kalau ada anggota masyarakat atau LSM yang tidak setuju SP3 yang dikeluarkan Kejaksaan, silahkan lakukan upaya hukum," tegas Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Antasari Azhar, Senin (25/08) pagi.

 

Hanya beberapa jam setelah 'tantangan' Antasari itu, ICW mendaftarkan gugatan praperadilan di PN Jakarta Selatan (register No. 013/Pid/Prap/2003). Namun yang dimohonkan praperadilan bukan tiga kasus besar --Prajogo Pangestu, JORR dan Pipanisasi Jawa --yang belum lama di-SP3-kan Kejaksaan Agung. Melainkan penghentian penyidikan kasus Texmaco atas nama tersangka Marimutu Sinivasan.

 

Kasus Texmaco telah menyeret Marimutu Sinivasan sebagai tersangka dugaan penyalahgunaan fasilitas diskonto pre-shipment (pengapalan). ICW menganggap bahwa SP3 yang dikeluarkan Kejaksaan 16 Mei 2000 tidak mempunyai alasan yang cukup. "Kejaksaan Agung terlalu mengobral SP3," ujar Abdul Fickar Hajar dari Tim Kuasa Hukum ICW di PN Jakarta Selatan.

 

Melanggar BMPK

Mengutip data hasil pemeriksaan khusus BPKP, ICW mengungkapkan bahwa tidak seluruh kredit pre-shipment dipergunakan sesuai dengan tujuan semula, yaitu untuk memulihkan ekonomi melalui peningkatan ekspor.  "Kuat dugaan kredit tersebut masuk ke rekening pribadi, selain untuk membayar hutang," timpal Iskandar Sonhaji, anggota tim kuasa hukum ICW lainnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: