Diperdebatkan, Ide Penerapan Kewarganegaraan Ganda
Utama

Diperdebatkan, Ide Penerapan Kewarganegaraan Ganda

Dalam rangka memperoleh masukan dari kalangan akademis terkait dengan penyusunan RUU Perubahan UU Kewarganegaraan, Badan Legislasi (Baleg) DPR mengundang pakar dari universitas. Salah satu masalah yang mencuat dalam diskusi adalah usulan diterapkannya kewarganegaraan ganda dalam UU yang baru.

Oleh:
Amr
Bacaan 2 Menit
Diperdebatkan, Ide Penerapan Kewarganegaraan Ganda
Hukumonline

 

Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini juga menilai bahwa terlalu berlebihan jika dengan diterapkannya kewarganegaraan ganda, dikhawatirkan akan terjadi pengkhianatan terhadap negara. "Padahal, sudah banyak bukti bahwa yang berkhianat terhadap negara ya WNI-WNI juga," cetus Suminto.

 

Namun, tidak semua anggota DPR satu suara dengan ide diterapkannya kewarganegaraan ganda dalam RUU yang akan menggantikan UU No. 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan itu. Anggota DPR dari F-TNI/Polri, Djasri Marin, menolak tegas usulan itu. Menurutnya, hal itu membahayakan dari sisi keamanan dalam negeri Indonesia.

 

Loyalitas ganda

Sementara itu, para akademisi dari UNM memandang bahwa Indonesia tidak siap untuk menerapkan sistem kewarganegaraan ganda. Salah satu anggota tim UNM, Suwarno Winarno, menolak dwi kewarganegaraan karena rawan dari segi militer. Sehingga sangat rentan implikasinya buat bangsa Indonesia. "Sehingga, bukan karena ketakutan pada supranasionalis," tegasnya.

 

Akademisi UNM lainnya, Achmad Budiono, mengatakan bahwa kewarganegaraan ganda berarti loyalitas ganda pada dua negara. "Kalau dwikewarganegaraan itu, di situ dicurigai ada loyalitas ganda. Loyalitas hubungan kewarganegaraan itu dengan negaranya tidak boleh ganda, sehingga nilai-nilai patriotisme dan nasionalisme itu bisa dipertanggungjawabkan," ucapnya kepada hukumonline.

 

Terkait dengan status kewarganegaraan anak hasil perkawinan WNI-WNA, Budiono mengatakan bahwa pihaknya mengusulkan diaturnya azas parental dalam UU Kewarganegaraan yang baru. Dengan azas parental, kedua orang tua dapat menentukan apakah si anak akan tinggal bersama ibu atau ayahnya.

 

"Kalau menurut UU yang lama harus ikut bapak kalau anaknya masih bayi. Tapi kalau menurut kami itu harus diakomodir. Itu harus ikut ibu atau ikut bapak sesuai dengan kepentingan. Ikut ibu mungkin masih menyusui, masih perlu kasih sayang dari ibunya," jelas Budiono.

 

Lebih jauh, Budiono berpendapat bahwa hak untuk mendapatkan kewarganegaraan adalah hak asasi manusia. Status kewarganegaraan anak dalam akta kelahiran, menurutnya, bukan sekadar masalah administrasi belaka. "Itu merupakan hak asasi. Jangan dianggap sebagai urusan administrasi saja. Akte kelahiran itu bukti diri kalau dia itu merupakan anak dari warga negara Indonesia," kata Budiono.

Ide diterapkannya prinsip kewarganegaraan ganda ini dicetuskan oleh beberapa anggota DPR anggota Baleg saat berdiskusi dengan tim dari Universitas Negeri Malang (UNM), pada Selasa (26/08). Marwah Daud Ibrahim dari Fraksi Partai Golkar mengatakan, penerapan sistem kewarganegaraan ganda perlu dipertimbangkan untuk mempermudah WNI perempuan yang menikah dengan WNA.

 

Menurut Marwah, selama ini banyak kesulitan yang dialami WNI perempuan yang menikah dengan WNA. Dimulai ketika yang bersangkutan melahirkan di luar Indonesia. Pasalnya, anak yang lahir dari pasangan itu berstatus WNA mengikuti kewarganegaraan ayahnya sampai usia 18 tahun.

 

Akhirnya, seperti yang banyak terjadi, untuk dapat mengasuh anaknya di Indonesia si ibu wajib mendapat ijin pemerintah yang diambil di Kedutaan Besar RI (KBRI) di luar negeri. Juga, setiap keluar negeri anak-anak WNA itu memerlukan re-entry visa. Karena itu, menurut Marwah, dengan adanya dwi kewarganegaraan bisa memudahkan pasangan WNI-WNA seperti itu.

 

Senafas era globalisasi

Anggota DPR dari Fraksi Reformasi, Suminto Martono, juga mengatakan bahwa penerapan kewarganegaraan ganda senafas dengan era globalisasi. Menurutnya, selama ini banyak orang asing sulit untuk menjadi WNI karena Indonesia menganut azas kewarganegaraan tunggal.

Tags: