Fit and Proper Test Yang Ideal
Kolom

Fit and Proper Test Yang Ideal

Beberapa waktu yang lalu terbetik berita adanya rencana Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk melakukan Fit and Proper Test (uji kelayakan dan kepantasan) secara tertutup terhadap para calon hakim agung. Hal ini penting untuk dijalankan sejalan dengan kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan pada saat ini sudah sedemikian rendahnya dan adanya berbagai usulan para pengamat hukum, praktisi hukum, dan para ahli hukum.

Bacaan 2 Menit
Fit and Proper Test  Yang Ideal
Hukumonline
Rencana tersebut patut didukung dan disambut baik oleh kita semua. Sebab, keberadaan pengadilan sebagai sentra penegakan hukum di Indonesia sangat penting sekali kedudukannya. Apalagi kedudukan Mahkamah Agung (MA) adalah benteng terakhir keadilan (the last bastion of justice).

Namun demikian, yang menjadi persoalan sekarang ini adalah bagaimana sebaiknya Fit and Proper Test yang ideal dilaksanakan bagi para calon hakim agung tersebut? Apakah tes seperti itu bisa mencapai maksud dan tujuannya? Hal inilah yang menarik dibicarakan dalam kesempatan ini.

Yang ideal
Saat ini DPR sedang melakukan seleksi terhadap calon-calon hakim agung yang diusulkan oleh MA, pemerintah, organisasi profesi hukum, dan masyarakat luas. Dari hasil seleksi DPR tersebut, terdapat 84 calon hakim agung yang mayoritas merupakan hakim karier. Hanya 20 calon hakim agung yang berasal dari hakim non-karier (LSM, mantan hakim, guru besar/dosen perguruan tinggi, dan mantan anggota Komnas HAM).

Sebenarnya jumlah hakim agung yang ideal dalam situasi terpuruknya wibawa pengadilan adalah paling tidak 50 % berbanding 50 % antara hakim karier dan hakim non-karier. Sehingga misalnya, perbandingan antara hakim agung karier dan hakim agung non-karier adalah 30 hakim agung yang berasal dari hakim karier dan 30 orang hakim non-karier berasal dari akademisi, mantan jaksa, dan advokat.

Perumpamaan ini diajukan sebab hingga saat ini belum ada kepastian berapa sebenarnya jumlah calon hakim agung yang dibutuhkan mengingat masih terjadi adanya penumpukan perkara. Kehadiran hakim non-karier ini untuk memberikan suntikan darah segar di lingkungan MA. Semua ini untuk memberikan suasana baru untuk pembaruan di lingkungan MA. Sehingga, pemikiran tertutup dan konservatif yang selama ini terjadi di lingkungan MA dapat dibuka dengan adanya suasana baru dalam era reformasi hukum (legal reformation).

Selanjutnya Fit and Proper Test bagi para calon hakim agung harus dilakukan secara terbuka untuk memilih orang yang tepat dengan kebutuhan zaman. Hal ini penting dilakukan mengingat menurut Ketua Komisi II DPR-RI, proses Fit and Proper Test dilakukan secara tertutup dan akan dijaring 40 calon hakim agung dari tes tersebut. Lebih lanjut ditegaskan bahwa para calon hakim agung diminta untuk menyiapkan kertas kerja mengenai bagaimana visi mereka tentang reformasi hukum serta apa yang akan dilakukannya jika terpilih sebagai hakim agung dalam rangka perbaikan sistem hukum (administration of justice).

Sesuai peringkat
Dari 40 nama yang terjaring tersebut, terhadap calon-calon hakim agung tersebut akan diberikan peringkat. Penetapan peringkat akan dilakukan paripurna DPR di mana tiap anggota DPR diminta memilih 20 nama calon hakim agung. Terhadap para calon hakim agung yang mendapat suara terbanyak inilah akan disusun sesuai dengan peringkat dan selanjutnya akan disampaikan kepada presiden untuk ditetapkan.

Sebenarnya Fit and Proper Test bagi para calon hakim agung tidak cukup dengan hal-hal yang disebutkan Komisi II DPR di atas. Pertama-tama harus ada kejelasan terlebih dahulu tentang tujuan dari Fit and Proper Test tersebut. Misalnya maksud dan tujuannya adalah dalam rangka mencari hakim yang jujur, mempunyai integritas, dan imparsial dalam menjalankan tugasnya.

Di Amerika Serikat, setiap jabatan yang akan diduduki oleh seseorang yang akan berada di sekitar presiden, hakim, dan jabatan vital lainnya, calon yang bersangkutan harus didengar dulu pendapatnya melalui hearing terlebih dahulu di Kongres. Setelah yang bersangkutan berhasil menyampaikan program, visi, dan misinya apabila terpilih dalam jabatan tersebut, masih ada lagi pertanyaan-pertanyaan lain yang diajukan kepadanya. Belum lagi ditambah dengan adanya keharusan mengumumkan harta kekayaan (Financial Disclosure) dari para calon sebelum yang bersangkutan menduduki jabatan yang dipercayakan kepadanya.

Melalui daftar pertanyaan yang telah didisain sedemikian rupa, para calon hakim agung yang bersangkutan dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan yang juga menyangkut kehidupan pribadi dan keluarganya. Adapun pertanyaan-pertanyaan yang diajukan misalnya menyangkut tentang integritas, moralitas, profesionalisme, intelektualitas, keahlian, moralitas, rekening koran pribadinya, dan lain-lain.

Kebohongan atas financial diclosuredapat mengakibatkan pemecatan atau impeachment. Financial Disclosure ini dilakukan setiap tahun sebagai kontrol atas konsistensi laporan kekayaan pejabat yang sangat efisien dan ampuh.

Para calon harus mengerti dan memahami manajemen pengadilan yang efisien itu yang bagaimana? Termasuk di dalamnya bagaimana merekrut staf pengadilan, kesejahteraan, peningkatan pengetahuan dan keahlian para staf, dan lain sebagainya. Mengenai masalah pribadi, misalnya apakah calon pernah bercerai ? Bagaimana dengan masalah anak, siapa yang mengurusnya sekarang ? Mengapa sempat terjadi perceraian ?

Apabila calon-calon yang bersangkutan tidak dapat memberikan jawaban yang memuaskan, tentu saja yang bersangkutan tidak akan dapat terpilih sebagai pejabat teras atau hakim agung.

Bahkan para hakim diharapkan mempunyai kualitas unggul seperti judicial discretion yaitu bebas dari tekanan, intimidasi, teror atau ancaman. Begitu juga tidak lupa diri bila dipuji oleh seseorang atau diberi janji, harta dan uang, tetapi konsisten menegakkan keadilan. Hal ini sesuai pengertian judicial discretion yang diambil dari jurisprudensi antara Davis v. Boston Elevated Railway, 235 Mass, 482, at 496-97, quoted by Felix Frankfurter, The Case of Sacco and Vanzetti (Boston: Little Brown, 1927), pp. 90-91 yang berbunyi sebagai berikut:
enlightened by intelligence and learning, controlled by sound principles of law, of firm courage combined with the calmness of a cool mind, free from partiality, not swayed by sympathy nor warped by prejudice nor moved by any kind of influence save alone the overwhelming passion to do that which is just ……

Lebih jauh uji kelayakan dan kepatutan yang perlu dilakukan antara lain adalah kesiapan pengetahuan hukum para calon hakim agung yang bersangkutan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang bersangkutan dengan administrasi perkara di pengadilan, pengambilan putusan dalam suatu perkara, court management, day to day management, budgeting, mekanisme rekrutmen bagi para calon hakim (syarat penerimaan dan pelatihan bagi calon hakim), pengembangan karier bagi para hakim (berdasarkan mutu, pendidikan, profesionalisme dan integritas yang bersangkutan), penting tidaknya kenaikan gaji para hakim, penting tidaknya bantuan atau dukungan disiplin ilmu lain terhadap pelaksanaan tugas hakim (seperti psikologi, manajemen, data processing, dan lain-lain), kerja sama dengan instansi pemerintah atau lembaga penelitian atau institusi lainnya.

Manajemen perkara
Lebih jauh misalnya tentang manajemen perkara. Calon-calon hakim agung harus dapat menemukan formula yang tepat untuk menjawab masalah penimbunan dan penumpukan perkara di MA yang sudah mencapai kurang lebih 16.000 perkara. Hal ini penting sebab berdasarkan hasil survei jumlah perkara yang berhasil diselesaikan di tingkat MA, menurun tajam. Dari sebanyak 8.876 perkara pada tahun 1993 menjadi 7.445 perkara pada tahun 1995. Hal ini menunjukkan adanya penurunan efisiensi para hakim dari 41,1 % pada tahun 1993 menjadi 31,3 % pada tahun 1995 di lingkungan MA dalam menyelesaikan perkara yang diterima (ABNR & MKK dan Cyber Consult:115).

Permasalahan penimbunan dan penumpukan perkara di tingkat MA ini harus segera dapat diatasi. Terkait dengan hal ini perlu dijawab pertanyaan-pertanyaan seperti misalnya: bagaimana mengoptimalkan manajemen pengadilan?, bagaimana cara memodernisasi fasilitas di pengadilan?, serta bagaimana melembagakan manajemen pengawasan di lingkungan pengadilan?

Keterlambatan proses penyelesaian perkara di tingkat MA harus diantisipasi dengan cara: pertama, menerapkan prosedur kerja pengadilan yang sederhana, murah, cepat dan efisien. Kedua, menyempurnakan transparansi dan pengawasan pengadilan. Ketiga, membatasi pengajuan perkara untuk banding dan kasasi. Keempat, mengatur batasan pengajuan perkara melalui peraturan perundang-undangan.

Di samping pengetahuan hukum yang memadai dari para calon hakim agung, diharapkan juga mereka benar-benar kredibel, jujur, terpercaya, memiliki rasa adil, dan mempunyai integritas moral yang tinggi dalam rangka penegakan hukum. Semua hal di atas paling tidak menjadi bahan pertimbangan bagi Komisi II DPR untuk melakukan Fit and Proper Test bagi para calon hakim agung.

Sehubungan dengan hal di atas, Komisi Hukum Nasional (KHN) akan menyelenggarakan koordinasi di antara badan-badan pemerintah yang terlibat dalam kegiatan pembaruan hukum dan memantau pelaksanaan dan perkembangan proyek terkait tersebut. Oleh karena itu KHN sendiri sudah mempunyai program dalam kaitannya dengan profesi hukum khususnya dalam program Pendidikan Hukum Lanjutan, Pengujian dan Penegakan Disiplin Profesi (Program for Advanced Legal Training, Testing and Discipline).

Mudah-mudahan apa yang akan disumbangkan oleh KHN kelak berguna demi terciptanya penegakan hukum yang konsisten dan non-diskriminatif seperti yang dicita-citakan bersama. Terlebih lagi pembenahan MA akan mempunyai dampak positif kepada lembaga penegak hukum lainnya, seperti: polisi, jaksa, advokat, dan pengadilan. Mahkamah Agung harus berfungsi sebagai lembaga yudikatif yang efisien, jujur, imparsial, dan independen (competent legal system) agar dapat tercipta good governance di Indonesia.

* Frans Hendra Winarta adalah advokat di Jakarta, dosen tetap Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan (UPH), kandidat Doktor dalam bidang ilmu hukum di Universitas Leiden, serta anggota Komisi Hukum Nasional (KHN).
Tags: