PN Jaksel Memutuskan Para Kreditur DJI Harus Bayar Ganti Rugi Jutaan Dolar
Utama

PN Jaksel Memutuskan Para Kreditur DJI Harus Bayar Ganti Rugi Jutaan Dolar

PN Jaksel mengabulkan hampir seluruh gugatan PT. Danareksa Internasional Indonesia terhadap para krediturnya. Perjanjian Transferable Loan Facility Agreement (perjanjian kredit yang dapat dialihkan) antara DJI dengan para krediturnya yang terdiri dari 58 lembaga keuangan juga dibatalkan oleh pengadilan.

Oleh:
Tri
Bacaan 2 Menit
PN Jaksel Memutuskan Para Kreditur DJI Harus Bayar Ganti Rugi Jutaan Dolar
Hukumonline

 

Sebelumnya kepada hukumonline, advisor konsorsium kreditur DJI Hafzan Taher mengatakan bahwa kasus DJI ini akan berefek besar dan merepotkan pemerintah Indonesia. Karena para kreditur, melalui duta besarnya di Jakarta, pasti menanyakan masalah ini kepada pemerintah Indonesia yang saat ini sedang bergulat keluar dari krisis ekonomi. "Jelas, persoalan ini akan memperparah keadaan," cetus Hafzan.

 

Berdasarkan catatan hukumonline, persidangan DJI versus para krediturnya memakan waktu sekitar dua tahun dan perkara ini menjadi salah satu sorotan untuk menilai kepastian hukum dalam berinvestasi di Indonesia. Putusan PN Jaksel akhirnya mengabulkan hampir seluruh petitum yang diajukan oleh DJI.

 

Hotman Paris Hutapea, kuasa hukum DJI,  sampai berita ini diturunkan belum berhasil dimintai konfirmasinya mengenai putusan perkara ini.  Hukumonline tidak berhasil mendapat jawaban ketika menghubungi Hotman Paris lewat telepon genggam dan melalui sms. 

 

Perjanjian semu

Pembatalan Transferable Loan Facility Agreement diputuskan majelis hakim karena perjanjian yang dilakukan antara para tergugat (kreditur) dengan penggugat adalah perjanjian semu.  Artinya, perjanjian itu tidak memiliki kekuatan hukum yang kuat.  Jadi perjanjian itu harus batal demi hukum, jelas Ida Bagus Putu Madeg, salah satu anggota majelis hakim.

 

Dasar hukum  majelis mengambil putusan adalah Keputusan Presiden (Keppres) No. 39 Tahun 1991 dan Keputusan Tim Koordinasi Pengelolaan Pinjaman Komersial Luar Negeri (PPKLN). Keppres No. 39 Tahun 1991 dan PPKLN melarang BUMN mendapatkan pinjaman komersil luar negeri lebih dari AS$20 juta. Tapi kenyataannya, pinjaman yang diberikan para tergugat kepada DJI berjumlah ratusan juta dolar.

 

Sedangkan terhadap eksepsi para tergugat yang menilai bahwa PN Jaksel tidak berhak mengadili gugatan DJI, ditolak majelis.  Menurut Madeg, gugatan DJI itu menyangkut perbuatan melawan hukum (PMH), maka pengadilan berwenang memeriksa dan memutus perkara ini.

 

Majelis hakim juga mengemukakan bahwa tindakan para tergugat menguasai rekening DJI tidak dapat dibenarkan. Pasalnya, rekening DJI hanya merupakan jaminan, sehingga tindakan para kreditur menguasai dan mengubah pengalihan hutang secara hukum tidak memiliki kejelasan.  Karena pengalihan hutang itu tidak jelas, jaminan yang diberikan penggugat menjadi batal demi hukum.

 

Perbuatan melawan hukum

Setelah mempelajari bukti-bukti yang diajukan ke persidangan, majelis berkesimpulan bahwa Tergugat 43, Eastglobe Limited,  terbukti melakukan perbuatan melawan hukum.  Pasalnya, tergugat terus menerus mengirimkan surat penagihan kepada DJI.  Padahal, menurut majelis, DJI tak lagi berstatus sebagai kreditur.

 

Pada bagian lain putusannya, majelis juga berkesimpulan, bahwa tergugat 6, Salomon Smith Barney International Merchant Bankers Limited, telah melakukan persekongkolan untuk melakukan perbuatan melawan hukum. Apalagi, tergugat tidak dapat membuktikan adanya perjanjian utang piutang.  Bahwa pinjaman yang seolah-olah dari tergugat tidak terbukti, kata Madeg.

 

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan itu, maka pembelaan dari para tergugat harus ditolak.  Sebaliknya gugatan dari penggugat harus dikabulkan. Maka, tuntutan ganti rugi dari penggugat pun harus dikabulkan. Kecuali, tuntutan mengenai tuntutan ganti rugi atas honor pengacara dan ganti rugi atas tak dibayarnya klaim asuransi serta kerugian imateril harus ditolak.  Sita jaminan yang telah diletakkan oleh majelis hakim juga dinyatakan sah dan berharga, tegasnya.

Selain membatalkan perjanjian Transferable Loan Facility Agreement, majelis hakim PN Jakarta Selatan dalam putusannya (26/08) juga menghukum para kreditur --yang sebagian besar lembaga keuangan internasional-- membayar kerugian DJI sebesar Rp51,3 juta dan AS$20,5 juta. Serta, mereka diharuskan pula membayar beban keterlambatan  pajak sebesar AS$3,3 juta akibat selisih kurs, dan kerugian lainnya dengan total mencapai AS$49,827 juta.

 

Faizal Syahmenan, kuasa hukum para kreditur DJI yang ditemui seusai persidangan, mengaku tidak kaget atas putusan pengadilan. "Kalau saya cermati dan ikuti setiap persidangan, saya tidak kaget lagi atas putusan pengadilan," ujarnya tanpa menjelaskan lebih lanjut.

 

Tapi meski dikalahkan, Faizal masih menyatakan rasa syukurnya, karena putusan pengadilan ini tidak berlaku secara serta-merta. Artinya, lanjut Faizal, masih ada upaya hukum yang akan kami lakukan. Tapi ia menyayangkan putusan pengadilan yang mengatakan Transferable Loan Facility Agreement sebagai perjanjian semu. "Kalau memang semu, yah okelah. Tapi DJI di sini juga terlibat," papar pengacara dari Waren & Achyar ini.

Halaman Selanjutnya:
Tags: