KPPU Minta Prosedur Keberatan Garuda Diajukan Melalui Mekanisme Perma Persaingan Usaha
Utama

KPPU Minta Prosedur Keberatan Garuda Diajukan Melalui Mekanisme Perma Persaingan Usaha

Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat mulai menyidangkan perkara keberatan PT. Garuda Indonesia terhadap keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). PN Jakarta Pusat berharap sesuai dengan Undang-undang Persaingan Usaha (UU NO. 5 Tahun 1999) dalam 30 hari kasus keberatan Garuda sudah diputus.

Oleh:
Tri
Bacaan 2 Menit
KPPU Minta Prosedur Keberatan Garuda Diajukan Melalui Mekanisme Perma Persaingan Usaha
Hukumonline

Pada persidangan (29/8), kuasa hukum KPPU, David Tobing, menyampaikan informasi kepada majelis hakim tentang keluarnya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) yang mengatur Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan KPPU. Untuk itu, David meminta agar persidangan nantinya mengikuti prosedur yang diatur dalam perma.

Majelis hakim sendiri, menurut Herry, belum mengetahui adanya perma tentang tata cara pengajuan keberatan putusan KPPU."Kami fleksible saja kalau memang sudah ada perma. Tapi kalau memang anda punya permanya tolong berikan kepada majelis," papar Herry. Selanjutnya persidangan ditunda Selasa depan (2/8) untuk mendengarkan tanggapan KPPU.

Bukan lembaga peradilan

Seusai sidang David mengatakan, keberatan Garuda secara prosedural tidak terlalu substansial untuk diperdebatkan. Pasalnya mereka mengacu kepada hukum acara perdata biasa (HIR). Padahal kalau mau jujur, lanjut David, seharusnya yang dipergunakan bukan HIR, melainkan keputusan KPPU No.5 tentang tata cara penerimaan laporan dan penanganan perkara.

Misalnya saja, Garuda melalui pengacaranya dari Hanafiah Ponggawa Bangun mempermasalahkan bukti yang tidak dimaterai. "Itu enggak bisa dong. Karena kita tidak mengacu kepada HIR. Jadi tidak bisa dibandingkan prosedural di KPPU dengan perdata biasa. KPPU sendiri bukan lembaga peradilan, kenapa mereka menyamakannya," tanya David.

Sedangkan dari sudut materi keberatannya, David menegaskan bahwa keputusan KPPU terhadap Garuda sudah tepat. KPPU menurut dia, sudah mempertimbangkan secara matang kasus Garuda dari sudut hukum persaingan usaha. "Mudah-mudahan hakim dapat mengikuti alur pikiran dari KPPU. Karena nantinya saya harap hakim bisa lebih mendalami peraturan yang dikeluarkan KPPU ini," ujarnya.

Menangapi soal Perma, salah satu kuasa hukum Garuda, Linna Simamora menyatakan tidak melihat ada yang istemewa dalam Perma telah yang ditandatangani Ketua MA awal Agustus lalu. Menurut dia, apa yang diatur dalam Perma tidak ada yang berbeda dengan apa yang telah berjalan selama ini.

Denda Rp1 miliar

Sedangkan dalam keberatannya, sebagaimana telah diberitakan hukumonline, Garuda menyangkal perjanjian penyediaan jasa Computerized Reservation System (CRS) dengan Abacus International Pte Ltd (Abacus), telah melanggar UU No. 5 Tahun 1999. Bila perjanjian tersebut dibatalkan, sebagaimana isi amar putusan KPPU, justru akan terjadi in-efisiensi di tubuh Garuda

Menurut Garuda, bila sistem CRS yang disatukan dengan ARGA (Automated Reservation of Garuda Airways), tidak memberikan beban tambahan pada agen perjalanan. Kerjasamanya dengan Abacus juga tidak pernah menghalangi para pesaing Abacus untuk melakukan hubungan usaha.

Begitu juga soal tuduhan pelanggaran pasal integrasi vertikal di UU No. 5 Tahun 1999, Garuda juga membantahnya. Dalam salah satu butir putusannya, KPPU menyatakan, dua produk Garuda, yaitu layanan informasi jasa penerbangan domestik dan internasional yang disediakan dalam jaringan Abacus, termasuk ke dalam level vertikal.

Padahal, kalau dicermati, keduanya berada dalam level horizontal. Karena, yang dimaksud dalam level vertikal adalah bila kedua produk tersebut merupakan rangkaian produksi barang atau jasa tertentu dimana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan.

Dalam keberatannya, Garuda mempersoalkan keputusan KPPU yang menyatakan Garuda melakukan integrasi vertikal dan melanggar UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Garuda merasa tidak pernah menghalang-halangi pelaku usaha lain untuk bersaing dalam penyediaan jasa Computerized Reservation System.

Majelis hakim yang terdiri Hery Swantoro sebagai ketua dengan anggota masing-masing Silvester Djuma dan Saparudin Hasibuan, berencana menyidangkan perkara keberatan Garuda seminggu dua kali. Rencananya, persidangan akan digelar setiap Selasa dan Jumat.

Tags: