Ketua MA Dorong Pembentukan Pengadilan Khusus Pemilu
Jelang Pemilu 2004

Ketua MA Dorong Pembentukan Pengadilan Khusus Pemilu

Ketua MA Bagir Manan mendorong agar dibentuk peradilan khusus untuk menyelesaikan sengketa yang berkaitan dengan Pemilihan Umum (Pemilu), terutama untuk kasus-kasus yang terjadi sebelum Pemilu digelar.

Oleh:
Nay/Tri
Bacaan 2 Menit
Ketua MA Dorong Pembentukan Pengadilan Khusus Pemilu
Hukumonline

 

Pembentukan pengadilan ini dapat dilakukan dengan cara mengubah Undang-undang yang ada atau dibuat Undang-undang khusus oleh Pemerintah dan DPR.

 

Terlambat

Tapi, Smita Notosusanto dari Center for Electoral Reform (CETRO) menyatakan niat membentuk pengadilan khusus saat ini sudah terlambat. Pasalnya, Undang-undang No 12/2003 tentang Pemilu menyatakan bahwa sengketa pemilu diadili oleh Pengadilan Negeri. 

 

Seharusnya hal itu dikatakan ketika pembahasan Undang-undang Pemilu. Kalau saat ini ngomong begitu sudah terlambat. Nasi sudah menjadi bubur, ucap Smita. Smita menyayangkan sikap Bagir yang diam saja ketika pembahasan Undang-undang Pemilu. Kenapa waktu itu kita minta tolong, pak Bagir tidak menolong kami, melakukan adovokasi itu,ujarnya.

 

Padahal, menurut Smita, saat itu Cetro dan LSM lain telah memperjuangkan adanya peradilan khusus pemilu dalam Undang-undang Pemilu. Kita sudah ribut dari proses pembuatan Undang-undang Pemilu, meminta pengadilan ad hoc pemilu, tapi kan tidak lolos sama bapak-bapak di DPR. Tidak ada satupun yang membantu kami,cetusnya.

 

Smita juga berpendapat saat ini tidak dapat dibuat Undang-undang baru atau amandemen untuk membentuk pengadilan khusus tersebut. Pasalnya, untuk diubah atau diamandemen, Undang-undang itu harus pernah dilaksanakan terlebih dahulu. Sedangkan Undang-undang Pemilu baru akan digunakan pada 2004. Ya sudah, sekarang kita melakukan apa yang bisa dilakukan dalam konteks UU yang ada, karena kalau tidak kita bisa dituduh melanggar Undang-undang,kata Smita.

 

Menurut Bagir, sesuai dengan bunyi Undang-undang Mahkamah Konstitusi (MK),  Mahkamah Konstitusi  hanya berwenang untuk menangani sengketa hasil Pemilu. Karena itu, untuk sengketa yang terjadi sebelum Pemilu, seperti sengketa penentuan jumlah anggota DPR dan DPD, harus diajukan ke peradilan umum.

 

Cuma kalau di pengadilan, persoalannya harus mengikuti acara di pengadilan. Ada tingkat pertama, banding, kasasi, bahkan PK. Sehingga satu perkara untuk rampung betul, bisa-bisa sudah Pemilu lagi, ujar Bagir.

 

Karena itu, Bagir mendorong untuk dipertimbangkan adanya pengadilan khusus agar sengketa-sengketa tersebut dapat diselesaikan dengan cepat. Namun, pembentukan peradilan itu, menurut Bagir, harus dilakukan dengan Undang-undang, karena akan menyimpang dari hukum acara yang ada.

Tags: