Pada Kasus Soeharto, Yang Terpenting Terdakwa Hadir
Berita

Pada Kasus Soeharto, Yang Terpenting Terdakwa Hadir

Jakarta, hukumonlinePengajuan verzet oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) bukanlah hal terpenting dalam kasus Soeharto. Akan tetapi, kehadiran Soeharto sebagai Terdakwa di persidangan lah yang sangat menentukan kelanjutan penyelesaian kasus ini. Sementara banyak pihak meragukan kemungkinan itu.

Oleh:
Muk/Ari/APr/Bam
Bacaan 2 Menit
Pada Kasus Soeharto, Yang Terpenting Terdakwa Hadir
Hukumonline

Praktisi hukum Abdul Hakim Garuda Nusantara berpendapat, jika memang Soeharto sakit, maka tunggu saja sampai ia sembuh baru kemudian disidangkan. Menurutnya, tidak perlu dipikir lebih lanjut apa yang dilakukan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan yang dipimpin Lalu Mariun tersebut.

Menurut Hakim, yang dihasilkan oleh PN Jakarta Selatan dalam kasus Soeharto bukanlah merupakan suatu keputusan. "Hal ini tidak boleh disalahpahami," cetusnya. Ia melihat, itu merupakan suatu penetapan pengadilan yang memang dimungkinkan oleh perundang-undangan yang ada, yakni Surat Edaran Mahkamah Agung.

Suatu peradilan pidana, menurutnya, hanya dapat berjalan jika ada berkas perkaranya, surat dakwaan, dan terdakwanya. Jika terdakwanya tidak pernah dihadirkan,  maka sudah seharusnya hakim mengatakan persidangan tidak dapat dilakukan. Hakim berpendapat bahwa yang memiliki kewajiban untuk menghadirkan terdakwa adalah JPU, sedangkan hakim hanya memerintahkan JPU untuk menghadirkan terdakwa.

Dari sudut pandangnya, Hakim mengemukakan bahwa jaksa agung hanya mau berlindung di balik hakim. Namun menurutnya, apa yang diputuskan oleh majelis hakim kasus Soeharto itu tidaklah salah. "Faktanya memang terdakwa tidak bisa hadir, maka ya& harus diputuskan seperti itu. Tapi  bukan berarti ia (Soeharto) tidak bisa diajukan lagi ke pengadilan& bisa," lanjut Hakim.

Polemik verzet

Hakim menilai bahwa PN Jakarta Selatan tidak dapat dibebani dengan suatu kasus yang tidak jelas kapan terdakwanya bisa dihadirkan. "Majelis hakim harus mengambil putusan tegas," ungkapnya. Menurutnya, karena hal itu dilakukan dengan penetapan, maka tidak dapat dilakukan verzet (perlawanan).

"Aneh juga bagi saya, karena dalam KUHAP jelas yang bisa di-verzet itu adalah penetapan sela mengenai diterimanya eksepsi, misalnya.  Tapi kalau mengenai kasus Soeharto ini, ya tidak bisa. Nggak ada ketentuannya," Hakim menukas. Ia menambahkan, memang  kita dapat berdebat panjang lebar tentang hal ini, tetapi sikap JPU jelas bahwa verzet dapat dilakukan.

Sekarang timbul berbagai pertanyaan di masyarakat, mengapa JPU melimpahkan perkara setelah terdakwanya sakit. "Kan..sepuluh bulan yang lalu waktu Gus Dur baru saja menjadi presiden, Pak Harto masih segar dan sempat makan siang bersama Gus Dur. Kok sekarang setelah ia sakit, baru dilimpahkan. Ini bagaimana gitu lho," kata Hakim.

Tags: