KPU Berpotensi Jadi Lembaga yang Tak Tersentuh Hukum
Utama

KPU Berpotensi Jadi Lembaga yang Tak Tersentuh Hukum

Status sebagai lembaga independen dan kewenangan yang begitu besar diberikan oleh undang-undang kepada KPU diharapkan bisa menghasilkan pelaksanaan Pemilu yang sesuai dengan harapan masyarakat. Namun dengan segala kelebihan itu harus diwaspadai bahwa KPU bisa mejadi lembaga yang tak tersentuh hukum.

Oleh:
Bacaan 2 Menit
KPU Berpotensi Jadi Lembaga yang Tak Tersentuh Hukum
Hukumonline

Tak ada pertanggungjawaban

Pendapat senada juga dilontarkan oleh Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Bivitri Susanti. "Memang tidak ada pertanggungjawaban hukum  publik yang dapat dikenakan kepada KPU secara lembaga," tegas Bivitri.

Bivitri menjelaskan, ada empat kemungkinan saluran hukum dalam mempersoalkan kerja suatu lembaga. Yaitu, tuntutan pidana, tuntutan perdata, tuntutan pertanggungjawaban administrasi melalui Peradilan Tata Usaha Negara (TUN), dan mekanisme judicial review oleh Mahkamah Agung

Mengenai ketentuan pidana diatur dengan rinci dalam UU No.12/2003. Namun, seperti umumnya delik pidana yang bersifat publik, menurut Bivitri, tidak ada ketentuan pidana yang dikaitkan langsung secara konkrit dengan KPU, kecuali adanya delik yang dikualifisir.

Saluran hukum lainnya adalah gugatan perdata. Tapi, menurut Bivitri, ini tidak menyangkut pertanggungjawaban publik. Walau demikian bisa dilihat sebagai suatu saluran hukum yang dapat dipergunakan untuk meminta pertanggungjawaban KPU.

Soal saluran melalui  tuntutan pertanggungjawaban administrasi melalui Peradilan TUN pun sulit. Menurut Bivitri, pengaturan-pengaturan yang dibuat KPU bisa disebut suatu keputusan TUN. Akan tetapi KPU dapat juga dilihat bukan sebagai lembaga TUN karena ia secara struktural tidak berada di bawah lembaga eksekutif.

Pengawasan sulit

Sebelumnya, Sebastian mengatakan, kondisi KPU sekarang bisa diibaratkan dengan kondisi DPR yang sudah tidak sesuai lagi dengan harapan masyarakat. Dahulu, dengan adanya suasana reformasi, diharapkan DPR yang baru bisa membawa perubahan bagi masyarakat. Namun dalam perkembangannya, menurut Sebastian,  DPR berubah menjadi suatu lembaga yang sangat kuat dan tak tersentuh hukum.

Hal demikian juga terjadi pada KPU. Menurut Sebastian, KPU dahulu selalu dibentuk oleh pemerintah dan tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Sedangkan KPU sekarang berasal dari masyarakat, sehingga diharapkan bisa memuaskan harapan masyarakat. "Nyatanya, sekarang KPU jadi lembaga superbody yang sulit disentuh oleh lembaga pengawasan internal maupun eksternal," ujar Sebastian.

Hal tersebut bisa dilihat dari posisi Pengawas Pemilu yang berada di bawah atau sebagai sub ordinasi dari KPU. Sehingga sekarang, menurut Sebastian, sangat sulit bagi Pengawas Pemilu untuk memantau KPU.

Sebenarnya DPR-lah lembaga yang bisa mengawasi KPU secara efektif, mengingat mekanisme pengangkatan anggota KPU harus mendapat persetujuan dari DPR. Namun menurut Sebastian, hal tersebut sulit dilakukan karena ternyata DPR punya kepentingan juga terhadap KPU.

Hal tersebut dikemukakan aktifis Forum Masyarakat Pemantau
Parlemen Indonesia (Formappi), Sebastian Salang, dalam diskusi soal posisi Komisi Pemilihan Umum (KPU) dari segi hukum di Jakarta, (16/9). "Dari segi disain hukum, KPU sudah sedemikian kuat dan sulit dikontrol," tegas Sebastian.

Dia mengatakan, UU No. 12/2003 tentang Pemilu menyatakan bahwa Pengawas Pemilu meneruskan temuan yang merupakan pelanggaran administrasi kepada KPU. Namun sayangnya, menurut Sebastian, undang-undang itu tidak menjelaskan apakah KPU bisa diberi sanksi jika mereka justru yang melakukan pelanggaran administratif.

Sebastian menyoroti soal penunjukan langsung pengadaan kendaraan operasional Pemilu 2004 oleh KPU sebagai contoh pelanggaran administratif. Sebastian juga menyoroti penunjukan langsung distribusi formulir P4B ke daerah-daerah.

Kritik Sebastian terhadap undang-undang tersebut juga pada ketentuan pelanggaran pidana. "Kalau terjadi pelanggaran hukum oleh KPU, tidak jelas siapa yang berhak menuntut KPU secara pidana," cetus Sebastian.

Menurut Sebastian, semuanya itu terjadi karena dalam hirarki penyelesaian sengketa Pemilu, KPU didisain sebagai badan yang tidak akan pernah melakukan kesalahan.

Tags: