Koalisi LSM Kritik Pembahasan Lima RUU Bidang Peradilan
Utama

Koalisi LSM Kritik Pembahasan Lima RUU Bidang Peradilan

Sejumlah LSM yang tergabung dalam Koalisi Pemantau Peradilan menemui Badan Legislasi DPR untuk menyampaikan kritik terhadap substansi dan pembahasan beberapa RUU bidang peradilan. Mereka menilai bahwa substansi dan prosedur pembahasan sangat jauh dari sempurna.

Oleh:
Amr
Bacaan 2 Menit
Koalisi LSM Kritik Pembahasan Lima RUU Bidang Peradilan
Hukumonline

Komisi Yudisial

Lebih jauh, Koalisi juga menyampaikan bahwa rencana penyatuan atap dan revisi undang-undang bidang peradilan lainnnya terkait pula dengan pembentukan Komisi Yudisial. Karenanya, Koalisi memandang perlunya tindak lanjut dalam kerangka legislasi untuk menerjemahkan berbagai agenda perbaikan (khususnya yang menyangkut MA) tersebut secara lebih konkrit, serta untuk memberi landasan hukum yang lebih kuat dan implementatif.

Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Bivitri Susanti menyoroti proses pembahasan kelima RUU bidang peradilan yang semula akan diselesaikan dalam waktu sembilan hari. Bivitri berpandangan, bahwa selama ini DPR memiliki catatan buruk dalam menyusun prioritas legislasi dan pembahasan RUU. Alhasil, pembahasan sejumlah RUU yang strategis nilainya dilakukan secara terburu-buru.

Bivitri mengambil contoh RUU Mahkamah Konstitusi yang pembahasannya dilakukan bersamaan dengan Sidang Tahunan MPR dan di kala DPR sedang dalam masa reses. "Akibatnya, dengan sangat dipaksakan, terlihat dari adanya rapat-rapat luar biasa di masa reses DPR dan di tengah Sidang Tahunan MPR.  Undang-undang Mahkamah Konstitusi diselesaikan dengan substansi yang banyak mengandung kritik," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Baleg menyambut baik masukan yang disampaikan pihak Koalisi. Zain mengatakan bahwa materi kelima RUU itu masih dimungkinkan untuk diperluas dalam pembahasan di tingkat Panitia Kerja (Panja). Zain juga mengakui bahwa RUU yang disusun Baleg masih sarat akan kelemahan seperti yang diutarakan Koalisi.

Mengenai RUU tentang MA, Zain mengatakan bahwa pihaknya sengaja mengatur hal-hal yang dianggap penting saja dalam RUU tersebut. Sedangkan, substansi-substansi yang terkait dengan proses rekrutmen hakim agung dan organisasi MA diserahkan untuk diatur oleh MA.

Zain juga mengatakan bahwa Baleg telah menyiapkan RUU tentang Komisi Yudisial yang akan segera dibahas. Lebih jauh, ia menegaskan bahwa Baleg akan mengutamakan kualitas dalam membahas RUU-RUU bidang peradilan tersebut. apabila pembahasan semua RUU itu tidak selesai pada masa persidangan ini, lanjut Zain, maka akan diteruskan pada masa persidangan berikutnya setelah masa reses DPR.

Koalisi mengimbau kepada Badan Legislasi DPR agar lebih berhati-hati dalam melakukan pembahasan lima RUU bidang peradilan. "Apalagi kelimanya memang sengaja dibahas secara bersamaan dengan tujuan menciptakan suatu sistem peradilan yang terintegrasi," kata Dian Rositawati dari Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (17/09).

Menurut Dian, Kelima RUU tersebut semestinya disusun secara serius dan partisipatif dengan melibatkan seluruh stakeholders. Apalagi, memang sudah banyak studi dan langkah-langkah perbaikan yang dilakukan baik oleh institusi negara maupun masyarakat sipil.

Momentum perubahan yang terbuka cukup lebar, jelas Koalisi, harusnya menjadi saluran untuk membenahi masalah-masalah laten yang ditemukan dalam penyelenggaraan kekuasaan kehakiman sebelumnya. Seperti maraknya korupsi di lingkungan peradilan, lemahnya kualifikasi sumber daya manusia di bidang peradilan, rendahnya kualitas dan besarnya disparitas putusan hakim, hingga inefisiensi peradilan secara organisasi

Khusus soal RUU Perubahan Undang-Undang tentang Mahkamah Agung, Dian mengatakan bahwa RUU tersebut hanya memindahkan tugas administrasi dan keuangan bidang peradilan yang dahulu ditangani Departemen Kehakiman ke Mahkamah Agung (MA). sedangkan, dampak-dampak teknis dari penyatuan atap itu  tidak disinggung dalam RUU.

Padahal, lanjut Dian, penyatuan atap akan membawa dampak yang besar kepada MA, terutama menyangkut proses seleksi hakim agung dan bentuk organisasi MA itu sendiri. Rapat yang dipimpin oleh Ketua Baleg Zain Badjeber itu dihadiri pula oleh wakil dari sejumlah LSM diantaranya Asep Rahmat Fajar (MAPPI), Bivitri Susanti (PSHK), Firmansyah Arifin (KRHN), dan Aris Purnomo (ICW).

Halaman Selanjutnya:
Tags: