PN Tanjungkarang: Jaksa Tidak Berwenang Menyidik Kasus Korupsi
Utama

PN Tanjungkarang: Jaksa Tidak Berwenang Menyidik Kasus Korupsi

Putusan PN Tanjungkarang bikin geger aparat kejaksaan. Hakim memutuskan bahwa yang berwenang menyidik kasus korupsi adalah kepolisian, bukan kejaksaan. Menerobos pakem yang selama ini terlanjur diterima?

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
PN Tanjungkarang: Jaksa Tidak Berwenang Menyidik Kasus Korupsi
Hukumonline
Zuber Rusmiadi benar-benar menjadi momok atau mimpi buruk bagi kejaksaan. Betapa tidak, hakim Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Lampung itu tidak mengakui wewenang jaksa untuk menyidik perkara-perkara korupsi. Kata sang hakim, sejak berlakunya Undang-Undang No. 31/1999, yang punya wewenang hanyalah polisi. Nah, lho.

Mengutip UU No. 5/1991 tentang Kejaksaan, hakim berpendapat bahwa jaksa hanyalah pelaksana kekuasaan negara di bidang penuntutan, melengkapi berkas pemeriksaan, melakukan pemeriksaan tambahan dan mengeksekusi keputusan hakim.

Keliru

Jakarta pun kebakaran jenggot oleh putusan hakim Zuber. Kapuspenkum Antasari Azhar menilai bahwa keputusan hakim Zuber adalah keliru. "Itu pertimbangan yang keliru dan salah," ujarnya kepada hukumonline. Ada sejumlah alasan yang dikemukakan.

Pertama, kewenangan jaksa untuk menyidik kasus-kasus korupsi bukan hanya bersandar pada UU Tindak Pidana Korupsi semata, melainkan tersebar di berbagai sumber hukum. Sebut misalnya TAP MPR No. IX Tahun 1999 dan UU No. 28/1999.

Kedua, sudah banyak kasus korupsi hasil penyidikan Kejaksaan yang masuk pengadilan dan sudah diputus oleh Mahkamah Agung (MA). Putusan-putusan MA itu  secara tidak langsung sudah mengakui wewenang jaksa untuk menyidik perkara korupsi. Lagipula, selama ini lebih banyak perkara korupsi yang ditangani kejaksaan daripada yang masuk ke kepolisian.

Menurut Antasari, karena aturan kewenangan itu masih tersebar, pihaknya mengusulkan agar dalam RUU Kejaksaan yang sedang dibahas oleh Panja Komisi II DPR, masalah kewenangan itu diperjelas. "Kami berharap wewenang penyidikan kasus korupsi itu dipertegas," ujarnya.

Akibat putusan itu sudah jelas. geger bukan saja melanda aparat Kejaksaan Tinggi Lampung, tetapi juga bertiup hingga ke Jakarta. Berdasarkan informasi yang diperoleh hukumonline, para petinggi Kejaksaan Agung akan mengadakan pertemuan khusus membahas kasus ini pada Kamis (02/10) pekan mendatang. "Kasus Lampung ini memang akan dibahas secara khusus," aku Kapuspenkum Kejaksaan Agung Antasari Azhar. Ia berjanji pertemuan tersebut akan terbuka dan bisa dihadiri pers.

Sebagaimana diberitakan majalah Gatra, hakim Zuber mengambil keputusan kontroversial itu dalam perkara Dedi Hidayat, mantan Kepala Pemasaran PT Pusri Daerah Lampung. Melalui gugatan praperadilan, Dedi mempersoalkan penahanan dirinya oleh aparat kejaksaan. Dan Sabtu (13/09) pekan lalu, hakim Zuber menjatuhkan putusan tadi.

Dalam amarnya, Zuber menyatakan penahanan Dedi tidak sah. Oleh karena itu, kejaksaan harus mengembalikan harkat dan martabat serta membayar ganti rugi sebesar Rp5 juta kepada yang bersangkutan.

Bukan hanya itu. Yang bikin heboh justeru putusan soal kewenangan menyidik korupsi tadi. Argumen jaksa soal Undang-Undang 3/1971 ditepis langsung oleh sang hakim, karena Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi itu sudah tidak berlaku lagi. Sementara penggantinya, UU No. 31/1999 dan No. 20/2001, tidak satu pun mengandung pasal yang secara eksplisit memberi wewenang penyidikan korupsi kepada Kejaksaan.

Halaman Selanjutnya:
Tags: