Keliru, Menyebut Jaksa Tidak Berwenang Menyidik Korupsi
Utama

Keliru, Menyebut Jaksa Tidak Berwenang Menyidik Korupsi

Pendapat hakim PN Tanjungkarang yang menyebut jaksa tidak berwenang menyidik kasus korupsi dinilai sejumlah kalangan adalah keliru. Sang hakim dianggap mengabaikan ketentuan pasal 284 KUHAP.

Oleh:
Mys/Nay
Bacaan 2 Menit
Keliru, Menyebut Jaksa Tidak Berwenang Menyidik Korupsi
Hukumonline
Pendapat tersebut antara lain dikemukakan oleh ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia DR Indrianto Senoadji. Menurut dia, meskipun wewenang penyidikan kasus korupsi tidak disebut dalam Undang-Undang No. 5/1991 tentang Kejaksaan, tetapi pasal 284 KUHAP sudah mengakomodir.

Selain bersandar pada pasal 284 KUHAP, Sudhono juga menyinggung Peraturan Pemerintah (PP) No. 27/1983 tentang Pelaksanaan KUHAP. Pasal 17 PP yang mengatur penyidikan terhadap tindak pidana tertentu tegas menyebutkan kewenangan jaksa.

Selengkapnya berbunyi: "Penyidik menurut ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada undang-undang tertentu sebagaimana dimaksud dalam pasal 284 ayat (2) KUHAP dilaksanakan oleh penyidik, JAKSA, dan pejabat penyidik yang berwenang lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan".

Sudhono, yang juga Kajati Jawa Barat, juga mengemukakan sejumlah landasan hukum lain. Misalnya TAP No. XI/MPR/1998 jo Inpres No. 30/1998 tentang Pemberantasan KKN; ada juga Undang-Undang No. 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN. Tidak kurang dari tujuh pasal yang memberi wewenang bagi jaksa untuk menyidik.

Ketentuan yang tegas juga tercantum pada Keppres No. 86/1999 tentang Susunan dan Tata Kerja Kejaksaan RI. Pasal 17 menyebutkan bahwa Jampidsus antara lain mempunyai wewenang penyelidikan dan penyidikan.

Bukan yang pertama

Senada dengan kedua sumber di atas, advokat Luhut Pangaribuan juga berpendapat sama. Bahkan ia secara tegas menyebut pendapat hakim demikian keliru. "Saya kira keliru itu putusan," ujarnya kepada hukumonline.

Luhut melihat masalah ini sudah menjadi suatu persoalan hukum yang serius. Sebab, putusan yang mempertanyakan kewenangan jaksa bukan kali ini saja terjadi. Putusan serupa seingat Luhut pernah dikeluarkan sebuah pengadilan di Jawa Barat.

Kalau jaksa itu kan menggunakan UU KUHAP dan UU tentang Kejaksaan, polisi kan dasarnya UU tentang kepolisian. Dalam UU itu baik polisi maupun jaksa punya kewenangan sebagai penyidik untuk kasus korupsi. Tapi berarti ada dua pengadilan sekarang yang menyatakan bahwa itu bukan kewenangan dari kejaksaan, artinya kejaksaan tidak bisa lagi sebagai penyidik tapi dia hanya sebagai penuntut umum.

Luhut tidak menafikkan adanya dualisme penyidikan kasus-kasus korupsi antara jaksa dan polisi. Dalam dualisme itu, tidak ada patokan yang jelas mana perkara yang harus disidik polisi, mana kejaksaan. Eksesnya, bisa menimbulkan kesan rebutan antara kedua institusi itu. Oleh karena itu, Luhut berharap MA bisa menentukan arah yang jelas.

Pasal 284 ayat (2) menyebutkan bahwa dalam waktu dua tahun setelah KUHAP berlaku, maka terhadap semua perkara diberlakukan ketentuan KUHAP, dengan pengecualian untuk sementara mengenai ketentuan khusus acara pidana dalam undang-undang tertentu. Batasnya hingga ada perubahan atau dinyatakan tidak berlaku lagi. Penjelasan pasal ini menegaskan bahwa perkara korupsi termasuk ketentuan khusus acara pidana yang diproses sesuai dengan ketentuan-ketentuan KUHAP.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Sudhono Iswahyudi juga berpandangan sama. Di depan peserta seminar "Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi" di aula Kejaksaan Agung, Rabu (24/09) pagi, Sudhono sengaja menyinggung dasar hukum bagi jaksa untuk menyidik korupsi. Sudhono tampaknya sengaja menyinggung hal ini sebagai respons Kejaksaan Agung atas putusan kontroversial hakim PN Tanjungkarang.

Halaman Selanjutnya:
Tags: