Mereka yang menjadi korbannya hingga saat ini masih terus menagih pertanggungjawaban dari negara. Makanya pemerintah saat ini, yang terpilih secara demokratis, berkewajiban melunaskan tanggung jawab yang belum ditunaikan oleh rejim sebelumnya itu, dengan mengadakan menginvestigasi, memeriksanya ke pengadilan, dan menghukumnya kalau (pelakunya) terbukti bersalah.
Kewajiban menangani kejahatan hak asasi manusia di masa lalu ini disebut dengan state duty to remember, yakni kewajiban negara untuk mengingat, bahwa pada kurun waktu tertentu, ia telah melakukan pelanggaran atas hak-hak warganya. Dengan memenuhi kewajiban ini sebenarnya negara dengan demikian telah memenuhi hak para korban untuk mengetahui (victim's right to know).
Dalam konteks menagih pertanggungjawaban masa lalu dan penataan norma bagi masa depan inilah KKR kita perlukan. Kita memerlukan penataan kembali tata moral' dan tata keadilan setelah dihancurkan di masa otoriterian tersebut. Pengadilan pidana tampak memiliki keterbatasan untuk mencapai tujuan ini, karena ia memang tidak didesain untuk tujuan tersebut. Tetapi bukan berarti KKR akan berfungsi sebagai pengganti pengadilan pidana. Bukan. Keduanya didesain dengan tujuan berbeda, tetapi keduanya bisa saling melengkapi (complementary). Apa yang tidak dapat dilakukan KKR dapat dilakukan oleh pengadilan pidana, dan begitu juga sebaliknya. Makanya kedua institusi ini tidak perlu dipertentangkan.
Urgensinya bagi Indonesia