Mahkamah Konstitusi Diminta Nyatakan UU Ketenagakerjaan Tidak Berlaku
Utama

Mahkamah Konstitusi Diminta Nyatakan UU Ketenagakerjaan Tidak Berlaku

Permohonan uji materiil terhadap Undang-undang Ketenagakerjaan yang diajukan LBH Jakarta menuntut agar Undang-undang tersebut tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Sayangnya, judicial review tersebut masih harus banyak dipermak lagi oleh pemohon.

Oleh:
Amr
Bacaan 2 Menit
Mahkamah Konstitusi Diminta Nyatakan UU Ketenagakerjaan Tidak Berlaku
Hukumonline

 

"Tadi majelis hakim mengatakan, inikan menyangkut kepentingan banyak orang, masyarakat buruh. Jadi, jumlah secara kuantitatif juga menjadi penting. Dan, sekarang ada kesempatan untuk memperbaiki dan sebaiknya memang ada lebih luas serikat buruh yang belum mengajukan kuasa masih bisa," jelas Lucky kepada pers usai sidang Mahkamah Konstitusi di Gedung Nusantara IV kompleks MPR/DPR.

 

Lucky mengatakan bahwa Undang-undang Ketenagakerjaan secara formil maupun materiil bertentangan dengan UUD 1945. Oleh karena itu, LBH Jakarta menuntut agar Mahkamah Konstitusi menyatakan agar Undang-undang Ketenagakerjaan tidak berlaku umum.

 

"Kami meminta Undang-undang (Ketenagakerjaan) itu tidak berlaku, jadi seluruhnya. Jadi, kami tetap konsisten Undang-undang ini memang jiwa, substansi, dan proses pembuatannya tidak berpihak kepada kaum buruh," ucap Lucky. Ia mengatakan, pasal-pasal Undang-undang Ketenagakerjaan yang dipermasalhkan terutama pasal-pasal mengenai outsourcing.

 

Lebih jauh Lucky mengungkapkan bahwa sekarang ini menjadi tren sejak lahirnya Undang-undang Ketenagakerjaan hubungan kerja itu berubah dari status tetap menjadi status kontrak. Bahkan, para buruh di-outsourcing ke perusahaan lain, sehingga si pemberi perintah itu tidak mempunyai hubungan perburuhan lagi dengan  buruh.

 

"Hubungan kerja si buruh otomatis dengan si (perusahaan) outsourcing tadi itu. Itukan akan berpengaruh pada kesejahteraan dan hak-hak si buruh tersebut, terutama keamanan kerja. Nanti masa kontraknya sudah habis tidak dimungkinkan lagi untuk mendapatkan pesangon," cetus Lucky.

 

Majelis hakim Mahkamah Konstitusi memberikan waktu 14 hari kepada pemohon untuk memperbaiki permohonannya. Terkait dengan itu, Lucky mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan konsolidasi dengan pihak serikat buruh untuk menyusun perbaikan permohonan.

 

Pada hari yang sama, Mahkamah Konstitusi juga memeriksa dua perkara terakhir hasil pelimpahan perkara dari Mahkamah Agung yaitu perkara No.013/PUU-I/2004 mengenai uji materiil Undang-undang No.16/2003 terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Tim Pengacara Muslim, serta No.014/PUU-I/2003 mengenai uji materiil Undang-undang No.22/2003 terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh O.C. Kaligis.

Seperti persidangan-persidangan Mahkamah Konstitusi sebelumnya, sidang pemeriksaan pendahuluan perkara No.012/PUU-1/2003 mengenai uji materiil Undang-undang No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap UUD 1945, pada Jumat (7/11), juga berlangsung singkat.

 

Para pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta) hari itu tampil mewakili tidak kurang dari 24 serikat buruh sebagai pemohon uji materiil Undang-undang Ketenagakerjaan di hadapan majelis hakim konstitusi yang diketuai Jimly Asshidiqie.

 

Seperti biasa majelis hakim konstitusi menanyakan masalah kelengkapan permohonan dan kejelasan materi permohonan kepada kuasa hukum pemohon. Beberapa hal yang dipermasalahkan oleh majelis hakim konstitusi antara lain soal jumlah dan kejelasan anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART) masing-masing serikat buruh yang tercatat sebagai pemohon.

 

Lucky Rossintha, salah satu kuasa hukum pemohon, mengatakan bahwa majelis hakim konstitusi memberikan kesempatan kepada pemohon untuk memperbaiki permohonan dan menambah jumlah pemohon.

Tags: