Temuan Intelijen TNI : Ada Upaya Gagalkan Pemilu 2004
Utama

Temuan Intelijen TNI : Ada Upaya Gagalkan Pemilu 2004

Pihak intelijen TNI mensinyalir adanya upaya-upaya sebagian pihak untuk menggagalkan pelaksanaan Pemilu 2004 mendatang. Bentuknya, mulai dari menghambat terbentuknya peraturan mengenai pemilu, sampai potensi terjadinya praktek politik uang.

Oleh:
Zae
Bacaan 2 Menit
Temuan Intelijen TNI : Ada Upaya Gagalkan Pemilu 2004
Hukumonline

 

Endriartono memang tidak menyebutkan pihak-pihak yang ia maksud. Namun berdasarkan catatan hukumonline, setidaknya ada dua permohonan judicial review terhadap UU No 12 Tahun 2003 tentang Pemilu kepada Mahkamah Konstitusi. Pertama, yang diajukan oleh Ketua Umum Partai Masyumi Abdullah Hehamahua, dan  yang diajukan oleh Deliar Noer Cs.

 

Lebih lanjut, Endriartono menjelaskan bahwa tujuan para pihak yang ingin menggagalkan Pemilu adalah timbulnya situasi chaos di Indonesia. "Agar para pihak yang berkepentingan bisa 'naik' tanpa melalui cara-cara yang konstitusional," jelasnya.

 

Bentrokan antar parpol

 

Menanggapi pertanyaan anggota Komisi I tentang antisipasi TNI menanggulangi kemungkinan terjadinya bentrokan antar massa parpol, Endriartono mengatakan bahwa TNI berencana untuk menyiapkan satuan kewilayahan untuk membantu pengamanan.

 

Menurut Endriartono, tanggung jawab utama pengamanan Pemilu sebenarnya tetap pada Kepolisian. Pihaknya sebatas membantu saja. "Bahkan yang lebih utama tanggung jawab penanggulangan massa Pemilu adalah di tangan anda-anda sekalian," seloroh Panglima kepada para anggota dewan.

 

Potensi bentrokan antar massa parpol memang sangat besar. Misalnya, menurut Panglima, antara massa parpol yang pecah. Satu pihak (parpol pecahan) sakit hati karena pihak lain dianggap tak adil, sedang pihak lain (parpol induk) sakit hati karena merasa dikhianati.

 

Karena itu, Endriartono mengajak para elit parpol untuk ikut mengamankan massa pendukungnya. Misalnya penggunaan atribut yang tidak mengundang sikap agresif. "Dengan massa parpol berpakaian loreng, orang didorong untuk beringas," cetus Endriartono.

 

TNI juga mencium gelagat potensi praktek politik uang (money politic) dalam pelaksanaan Pemilu 2004. Menurut Endriartono, sasaran politik uang bukan lagi massa pendukung,  melainkan para petugas Pemilu yang bertanggung jawab di lapangan.

 

Prediksi intelijen TNI tentang pelaksanaan Pemilu 2004 memang terdengar menyeramkan. Walau demikian, Endriartono sendiri berharap agar prediksi-prediksi tersebut tidak terjadi. "Mudah-mudahan prediksi ini tidak terjadi," ujarnya.

 

Pemilu tanpa darurat militer

 

Dalam rapat kerja tersebut terungkap juga keinginan anggota Komisi I agar pelaksanaan Pemilu 2004 di Nanggroe Aceh Darussalam tidak dalam kondisi darurat militer. Hal ini terkait dengan keputusan pemerintah dan TNI untuk memperpanjang status darurat militer di Aceh selama enam bulan ke depan.

 

Anggota Komisi I dari Partai Golkar misalnya menyatakan bahwa pada prinsipnya Golkar setuju dengan perpanjangan status darurat militer tersebut. Hanya saja waktunya diharapkan lebih pendek dari periode pertama yang enam bulan. "Selama masa kampanye Pemilu sebaiknya tidak ada situasi darurat militer maupun sipil di Aceh," ungkapnya.

 

Pendapat senada juga diungkapkan oleh Tumbu Saraswati. Anggota DPR dari PDIP ini mengatakan bahwa sebaiknya Aceh terbebas dari status darurat militer sebelum pelaksanaan Pemilu. "Pemilu tidak pernah ada dalam status darurat militer," tegasnya.

 

Endriartono sendiri mengatakan bahwa TNI masih memerlukan waktu yang relatif lama untuk melaksanakan tugasnya di Aceh. Pasalnya, yang dilaksanakan TNI di Aceh tidak semata-mata menumpas GAM, tapi juga merebut hati rakyat agar terbebas dari pengaruh GAM bahkan sampai pada tahap menentang GAM.

Temuan intelijen TNI tersebut disampaikan oleh Panglima TNI, Jenderal Endriartono  Sutarto kepada anggota DPR, saat melakukan rapat kerja dengan Komisi I DPR di Jakarta, Selasa (11/11). "Ada upaya penggagalan Pemilu melalui sabotase beberapa hal," tegas Endriartono.

 

Endriartono mengatakan bahwa upaya sabotase yang dimaksudkannya meliputi upaya sebagian pihak sejak awal untuk menggagalkan pembentukan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Pemilu. Caranya, dengan mengulur-ulur waktu agar pembentukan aturan itu gagal diselesaikan.

 

Bahkan, menurut Endriartono, upaya untuk menyabotase aturan Pemilu tidak sebatas itu saja. Terhadap aturan perundang-undangan yang sudah disahkan oleh DPR juga diusahakan untuk dibatalkan. "Misalnya melalui upaya judicial review ke Mahkamah Konstitusi," tegas Panglima.

Tags: