Pengesahan RUU PPHI Sebaiknya Menunggu Judicial Review UU Ketenagakerjaan
Utama

Pengesahan RUU PPHI Sebaiknya Menunggu Judicial Review UU Ketenagakerjaan

Rencana DPR untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Industrial tidak bisa lepas dari permohonan hak uji materiil terhadap Undang-Undang No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.

Oleh:
Mys/Amr
Bacaan 2 Menit
Pengesahan RUU PPHI Sebaiknya Menunggu <i>Judicial Review</i> UU Ketenagakerjaan
Hukumonline
Rancangan Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (RUU PPHI) merupakan hukum formil dari Undang-Undang Ketenagakerjaan. Dengan demikian keduanya mempunya hubungan yang sangat erat. RUU PPHI dibuat atas perintah dari UU No. 13/2003. Oleh karena itu, rencana Komisi VII DPR untuk mengesahkan RUU tersebut dalam waktu dekat sebaiknya ditunda.
 
Permintaan itu disampaikan Saeful Tavip, Sekretaris Jenderal Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia, mewakili 33 organisasi serikat pekerja yang tergabung dalam Komite Anti Penindasan Buruh (KAPB). "Kalau mereka menghormati proses hukum yang ada di Mahkamah Konstitusi, sebaiknya pengesahan RUU PPHI mereka tunda," ujar Saeful.
 
Permintaan Saeful dan kawan-kawan bukan tanpa alasan. Hingga saat ini belum ada putusan judicial review terhadap Undang-Undang Ketenagakerjaan (UUK). Hasilnya pun belum bisa diprediksi. Lalu, bagaimana kalau Mahkamah Konstitusi menyatakan UUK tidak berlaku?
 
Menurut Sahat Butar-Butar, Ketua Bidang Pembelaan dan Advokasi Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi, Pertambangan, Minyak Gas Bumi dan Umum (DPP FSP KEP), jika keputusannya kelak membatalkan UU Ketenagakerjaan, akan membawa implikasi. Sebab, RUU PPHI dibuat berdasarkan rujukan UUK.
 
Pasal 136 ayat (2) UUK tegas menyebutkan: "Dalam hal penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksudkan ayat (1) tidak tercapai, maka pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh menyelesaikan perselisihan hubungan industrial melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang diatur dengan undang-undang".
 
Selain meminta DPR menghormati proses di Mahkamah Konstitusi, KAPB juga meminta agar pembahasan RUU PPHI dilanjutkan pasca Pemilu 2004.
 
Tidak Perlu
Namun, Ketua Pansus Undang-Undang Ketenagakerjaan Surya Chandra Surapatty berbeda pendapat. Menurutnya, DPR tidak perlu menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi jika ingin mengesahkan RUU PPHI. "Itu tidak perlu," kata politisi PDIP ini kepada hukumonline.
 
Surya mengajukan sejumlah argumen. Pertama, jika RUU itu tidak disahkan segera maka akan terjadi kekosongan hukum di bidang penyelesaian perselisihan perburuhan. Lagipula, peraturan lama yaitu UU No. 22/1957 dan 12/1964, sudah usang, out of date. Kedua, pengajuan permohonan uji materiil belum tentu berarti bahwa UUK akan dibatalkan. Bisa jadi keputusannya hanya berupa amandemen atas pasal-pasal tertentu. Ketiga, UUK hanya mengandung sedikit pasal yang punya korelasi kuat atau yang menjadi rujukan RUU PPHI.
 
Dengan pemikiran demikian, Surya tetap pada kesimpulan bahwa DPR akan terus jalan dengan rencana pengesahan RUU PPHI. "Jadi, harus digolkan dulu," ujarnya. Menurut rencana, RUU tersebut akan dibawa ke sidang paripurna untuk disahkan pada 16 Desember mendatang.
Tags: