Sejumlah RUU Bidang Hukum dan HAM Terkatung-Katung Nasibnya di DPR
Utama

Sejumlah RUU Bidang Hukum dan HAM Terkatung-Katung Nasibnya di DPR

Sejumlah rancangan undang-undang bidang hukum dan hak asasi manusia belum juga dibahas oleh DPR dan pemerintah. Padahal, rancangan-rancangan tersebut telah lama berada di DPR dan hampir seluruhnya memiliki peran yang strategis dalam proses pembaharuan hukum di Indonesia.

Oleh:
Amr
Bacaan 2 Menit
Sejumlah RUU Bidang Hukum dan HAM Terkatung-Katung Nasibnya di DPR
Hukumonline
Berdasarkan data yang dikumpulkan , diketahui bahwa terhitung sejak Januari 2004 terdapat paling sedikit 16 RUU yang nasibnya tidak jelas di DPR. Sebagian besar taranya, sudah berada di DPR sejak 2002. Bahkan, salah satunya, yaitu RUU tentang Lembaga Kepresidenan, sudah menanti untuk dibahas DPR dan pemerintah sejak 28 Juni 2001 lampau.

RUU Lembaga Kepresidenan

Selain itu, sejumlah RUU yang nasibnya belum jelas adalah RUU bidang sosial budaya. Diantaranya adalah RUU tentang Anti Kekerasan Dalam Rumah Tangga, RUU tentang Praktik Kedokteran, RUU tentang Asuransi Kesehatan Sosial Nasional, dan RUU tentang Perposan.

Sementara di bidang ekonomi terdapat RUU tentang Likuidasi Bank, RUU tentang Perkreditan Perbankan, RUU tentang Perikanan, RUU tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, serta RUU tentang Perkebunan. Di bidang pembangunan daerah terdapat RUU tentang Pembentukan Provinsi Sulawesi Barat.

Kemudian, di bidang politik ada RUU tentang Lembaga Kepresidenan yang telah menunggu untuk dibahas sejak 28 Juni 2001. Menurut Ketua DPR Akbar Tanjung saat penutupan masa sidang II tahun sidang 2003-2004 pada 19 Desember 2003, pembahasan RUU Lembaga Kepresidenan akan dilanjutkan setelah dilakukan penyempurnaan.

"Dalam pertemuan konsultasi antara Pimpinan Dewan dengan Pimpinan Fraksi-fraksi telah disepakati bahwa pembahasan RUU tentang Lembaga Kepresidenan perlu dilanjutkan dengan penyempurnaan terhadap materi RUU tersebut pada saat pembahasan oleh Panitia Khusus bersama Pemerintah. RUU ini diharapkan sudah dapat diselesaikan sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2004," ucap Ketua DPR.

Faktor ampres

Masih menurut catatan dari pihak Sekretariat Jenderal DPR RI, pembahasan ke-16 RUU tersebut tertunda karena belum ada jawaban dari Presiden. Perlu diketahui bahwa semua RUU tersebut merupakan RUU yang berasal dari Usul Inisiatif DPR.

Untuk RUU inisiatif dari DPR, pembahasannya baru bisa dimulai setelah ada surat atau amanat Presiden (ampres) yang menugaskan menteri tertentu untuk menjadi pendamping DPR dalam membahas RUU tersebut mewakili pemerintah. Alhasil, jika ampres belum juga turun, maka pembahasan RUU pun belum bisa dilaksanakan.

Masalah tersebut bukanlah masalah baru dalam proses pembahasan RUU, khususnya RUU insiatif DPR. Berdasarkan hasil penelitian Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), keterlambatan Presiden dalam mengeluarkan ampres bisa memakan waktu hingga berbulan-bulan. Dan jika merujuk pada kasus kali ini, keterlambatan turunnya ampres bisa sampai hitungan tahun.

Dalam hasil penelitian bertajuk "Menggugat Prioritas Legislasi DPR" yang dirilis pada 2 September 2003, PSHK menyatakan bahwa masalah tersebut merupakan cerminan dari kurangnya koordinasi antara DPR dengan pemerintah. Dampak dari hal tersebut, menurut PSHK, adalah membuat kacau penyusunan prioritas legislasi nasional.

hukumonlinedian

Dari ke-16 RUU tersebut, lima diantaranya adalah bidang hukum dan hak asasi manusia. Padahal, semua RUU bidang hukum tersebut  memiliki nilai strategis dalam proses pembaharuan hukum di Indonesia.

Kelima RUU bidang hukum dan HAM yang dimaksud adalah RUU Perlindungan Saksi dan Korban, RUU Penghapusan Diskriminasi, Ras dan Etnis, RUU tentang Perlindungan TKI di Luar Negeri, RUU tentang Ombudsman Nasional, dan RUU tentang Komisi Yudisial.

Menurut catatan dari Sekretariat Jenderal DPR RI, kelima RUU bidang hukum dan HAM tersebut sudah ada di DPR sejak 2002. Sebut saja, RUU Penghapusan Diskriminasi, Ras dan Etnis sudah masuk paripurna DPR pada 17 Juni 2002, RUU Perlindungan Saksi dan Korban sejak 27 Juni 2002, atau RUU Ombudsman Nasional sejak 8 September 2002.

Tags: