Soal Polemik Kasus Rekening 502, Cerminan Penyidik Tidak Profesional
Utama

Soal Polemik Kasus Rekening 502, Cerminan Penyidik Tidak Profesional

Munculnya polemik soal ketidakjelasan status hukum Syahril Syabirin dan I Putu Gede Ary Suta dalam kasus korupsi rekening 502 mencerminkan tidak profesionalnya penyidikan yang dilakukan Markas Besar (Mabes) Polri.

Oleh:
Tri/CR-1
Bacaan 2 Menit
Soal Polemik Kasus Rekening 502, Cerminan Penyidik Tidak Profesional
Hukumonline

 

Namun begitu, Nasrullah berpendapat, dengan terjadinya polemik soal penetapan tersangka ini membuat kasus penyimpangan rekening 502 mendapat gaung dan harus segera disidik dengan benar. Tapi ia menyoroti kinerja para penyidik, yang bertindak tidak profesional dengan melanggar hukum untuk menegakkan hukum.

 

Salah DPR

Ditanya mengenai kemungkinan adanya persaingan antar instansi (Kejaksaan dan Kepolisian) dalam menangani kasus rekening 502,  Nasrullah tidak menapiknya. Tapi, menurut dia, hal itu terjadi karena kesalahan DPR dalam membuat undang-undang.

 

Nasrullah menandaskan, selama ini dalam membuat Undang-undang setiap instansi tidak pernah melakukan koordinasi dengan instansi lain. Mereka langsung saja membuat dfaft Rancangan Undang-undang dan membawanya ke DPR. "Nah salahnya DPR, dengan begitu saja menerima -setelah di lobi-lobi. Akibatnya, antar undang-undang yang satu dengan yang lainnya saling tumpang tindih," jelasnya.

 

Misalnya saja dalam UU Kepolisian, di situ memberikan kewenangan yang besar kepada Kepolisian untuk melakukan penyidikan terhadap setiap kasus. Tapi di dalam UU kejaksaan, masih memberikan kewenangan untuk kasus tertentu bagi jaksa untuk melakukan penyidikan.

 

"Hal ini kan jadi tumpang tindih. Saya kira cuma Indonesia yang ada satu kasus ditangani dua instansi sekaligus," papar Nasrullah seraya mencontohkan kasus BLBI terhadap tiga orang mantan deputi BI yang disidik oleh Kepolisian dan Kejaksaan sekaligus. 

 

Dihubungi secara terpisah Rasyid Harsuna Lubis dari Police Watch, melihat polemik penetapan tersangka di kasus rekening 502 lebih ke sisi mekanisme kontrol, antara kejaksaaan dan kepolisian. Rasyid merasa ada hal yang aneh bila sudah ada SDPP tapi polisi menetapkan tersangka. Mekanisme ini diatur dalam KUHAP tapi tidak jalan, kata Rasyid.

 

Lebih jauh, ia berpendapat pihak kepolisian seharusnya bekerjasama dengan kejaksaan, tapi fakta di lapangan justru sulit. Dia mencontohkan, ketika memulai penyidikan kepolisian tidak membuat SDPP, tapi baru membuatnya ketika prosesnya selesai atau bersamaan dengan penyerahan berkas ke kejaksaan. Ini sebenarnya salah, tegasnya

 

Menurut Rasyid, saat ini komunikasi antara kepolisian dan kejaksaan sudah tidak berjalan dan tidak ada koordinasi lagi. 

Hal ini di kemukakan praktisi yang juga akademisi T. Nasrullah ketika dihubungi hukumonline. "Hal ini terjadi karena Mabes Polri tidak matang menangani kasus. Saya malah melihat penanganan kasus di Polda Metro Jaya jauh lebih baik dibandingkan dengan Mabes," papar Nasrullah.

 

Apa yang di kemukakan Nasrullah ini merujuk pada polemik penetapan tersangka kasus penyimpangan rekening 502 antara Mabes Polri dengan Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta. Nasrullah berpendapat, apa yang dilakukan Kejaksaan sudah benar. "Tidak mungkin Kejaksaan berani bilang ada tersangkanya kalau tidak ada surat dari polisi yang menyatakan sebaliknya. Saya kira jaksa itu sudah benar bilang begitu," tutur Nasrullah yang juga staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

 

Sebelumnya, Mabes Polri melalui Kapolri Jenderal Da'i Bachtiar menyatakan belum menetapkan status tersangka untuk kasus penyimpangan rekening 502. Tapi, Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta melalui Aspidsus Kejati DKI Jakarta Marwan Effendi menyatakan bahwa Mabes sudah mengeluarkan surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) dengan tersangka mantan Gubernur BI Syahrir Syabirin dan Ketua BPPN I Putu Gede Ary Suta.

 

Pada perkembangan selanjutnya, hari ini (14/1) barulah kepolisian menetapkan empat tersangka kasus penyimpangan rekening 502. Sebagaimana dilansir di beberapa media massa, Kepala Badan Reserse  dan Kriminal Polri Komjen Erwin Mappaseng mengatakan mantan Gubernur BI Syahril Sabirin, mantan Kepala BPPN Cacuk Sudariyanto dan I Gede Putu Ary Suta, serta Totok Budiarso, mantan Kepala Divisi BPPN, telah menjadi tersangka kasus tersebut.

 

Nasrullah mengatakan, apa yang terjadi ini merupakan buah dari kerja Mabes Polri yang dengan mudah begitu saja menjadikan setiap laporan masyarakat masuk ke tahap penyidikan. Padahal lanjut Nasrullah, tidak setiap peristiwa hukum itu bisa menjadi tindak pidana.

 

"Seharusnya Mabes Polri melakukan dulu apa yang namanya proses penyelidikan sebelum melakukan penyidikan. Nah yang namanya penyelidikan, tidak perlu ada tersangkanya," ujarnya. 

Tags: