MA Bentuk Panitia Seleksi Hakim Ad Hoc Pengadilan Korupsi
Utama

MA Bentuk Panitia Seleksi Hakim Ad Hoc Pengadilan Korupsi

Ketua Mahkamah Agung telah mengeluarkan SK Pembentukan Panitia Seleksi Hakim Ad Hoc Pengadilan Korupsi tingkat pertama, banding, dan kasasi. Saat ini, Panitia Seleksi tengah merumuskan metode seleksi hakim ad hoc korupsi itu.

Oleh:
Nay
Bacaan 2 Menit
MA Bentuk Panitia Seleksi Hakim Ad Hoc Pengadilan Korupsi
Hukumonline

Kemudian, Direktur Hukum dan HAM Bappenas, Diani Sadiwati, Kepala Biro Perencanan MA, Subagyo, Kepala Biro Keuangan MA, Dermawan S. Djamian, Kepala Biro Umum MA, Abidin, juga duduk sebagai anggota Panitia Seleksi.

Pengumuman

Dalam SK itu disebutkan bahwa panitia seleksi bertugas mengumumkan penerimaan dan melakukan pendaftaran calon hakim ad hoc, mengumumkan kepada masyarakat nama-nama calon hakim ad hoc untuk mendapatkan tanggapan, menyeleksi dan menentukan nama calon hakim ad hoc dan menyampaikan nama-nama calon hakim ad hoc pada Ketua MA, untuk diteruskan pada Presiden.

Segala biaya yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas Panitia seleksi, menurut SK tersebut, dibebankan pada APBN.

Ketua panitia Seleksi, Iskandar Kamil, ketika dihubungi hukumonline, menyatakan bahwa tim seleksi tengah merumuskan metode seleksi bagi hakim ad hoc pengadilan korupsi. Karena masih dirumuskan, Iskandar belum mengetahui langkah-langkah seleksi seperti apa yang akan dilakukan.

Ditanya apakah Panitia seleksi akan mengikuti metode  Komisi pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), Iskandar mengatakan, panitia akan mengambil pengalaman dari seleksi-seleksi sebelumnya.

Menurut Iskandar, tahap awal seleksi adalah pengumuman penerimaan calon. Hal itu akan dilakukan secepatnya, meski ia belum bisa menyebutkan secara pasti kapan hal itu akan dilakukan.

Iskandar mengatakan, idealnya penerimaan calon diumumkan melalui media massa. "Cuma ternyata mesti pasang iklan. Iklan itu ternyata mahal. Itu juga satu masalah. Kalau anggaran dari pemerintah,  anda tahu sendiri pemerintahnya dalam kondisi seperti ini," ujarnya.

Secara umum, persyaratan menjadi hakim ad hoc pengadilan korupsi akan mengacu pada pasal 56 dan 57 UU KPK. Namun, Panitia Seleksi akan merinci lebih lanjut persyaratan dalam UU tersebut. "Misalnya tidak melakukan perbuatan tercela, itu yang seperti apa. Itu masih dirumuskan,"ujar Iskandar.

Sulit

Dalam berbagai kesempatan wawancara, Ketua MA menyatakan kekhawatirannya bahwa tugas memilih hakim ad hoc akan sangat sulit karena persyaratan yang diatur dalam UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. UU itu antara lain mensyaratkan hakim ad hoc untuk keluar dari pekerjaannya.

Bagir menyangsikan, apakah seorang pengacara misalnya, rela membuang penghasilannya yang tinggi dan menjadi hakim ad hoc. Begitupula seorang doktor ilmu hukum, tentu keberatan meninggalkan pekerjaannya di universitas. "Kita dulu mencari hakim ad hoc HAM saja tidak mudah. Padahal, hakim ad hoc HAM tidak dipersyaratkan untuk meninggalkan pekerjaannya," tutur Bagir saat itu.

Iskandar sendiri berharap agar persyaratan tersebut tidak akan menjadi kendala bagi panitia seleksi untuk mencari hakim ad hoc yang baik. "Mudah-mudahan tidak. Karena tugas hakim ini memang sebenarnya pengabdian. Kalau memang beliau-beliau ingin mengabdi dengan tulus ikhlas ya tidak ada problem toh," ucapnya.

Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung (MA) bernomor KMA/056/SK/XII/2003 ini ditandatangani oleh Ketua MA pada 16 Desember 2003. Tercatat 17 orang diangkat sebagai Panitia Seleksi. Mereka berasal dari Mahkamah Agung, Departemen Kehakiman dan HAM, praktisi hukum, LSM, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Ketua Panitia seleksi adalah hakim Agung Iskandar Kamil, dengan dua wakil ketua, yaitu Sekjen MA, Gunanto Suryono, dan Dirjen Badan Peradilan Umum dan TUN Departemen Kehakiman, Sujatno. Direktur Pidana MA, Moegihardjo duduk sebagai Sekretaris, dan wakil sekretaris adalah Direktur Hukum dan Peradilan MA, Soeparno.

Lima orang hakim agung duduk sebagai anggota panitia seleksi, yaitu Arbijoto, Abdul Kadir Mappong, Abdul Rahman Saleh, Abdurrahman dan Ida Bagus Ngurah Adnyana. Anggota lain adalah pendiri kantor hukum ABNR, yang juga Sekretaris Komisi Hukum Nasional (KHN), Mardjono Reksodiputro, pengurus Partnership for Governance Reform, Mas Ahmad Santosa, dan Sekretaris Eksekutif Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Indepedensi Peradilan (LeIP), Rifqi Sjarief Assegaf. 

Tags: