Partisipasi Publik dalam Penyusunan Peraturan Masih Sebatas Jargon
Berita

Partisipasi Publik dalam Penyusunan Peraturan Masih Sebatas Jargon

Pengaturan mengenai peran serta masyarakat dalam penyusunan sebuah peraturan perundang-undangan dinilai masih sekadar basa-basi. Sementara, sebagian kalangan meminta agar masukan dari masyarakat dalam rangka penyusunan RUU haruslah mengikat pemerintah dan DPR untuk mewujudkannya secara kongkrit.

Oleh:
Amr
Bacaan 2 Menit
Partisipasi Publik dalam Penyusunan Peraturan Masih Sebatas Jargon
Hukumonline

 

RUU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Pasal 58

 

Masyarakat dapat memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan maupun pembahasan rancangan peraturan perundang-undangan.

 

Sekadar Jargon

Pandangan yang sama dikemukakan pula oleh akademisi fakultas hukum Universitas Andalas Sumatera Barat, Yuliandri. Pengajar mata kuliah ilmu perundang-undangan ini menilai bahwa pengaturan soal partisipasi masyarakat dalam RUU PPP masih sekadar jargon. Ia berpendapat bahwa perlu juga diatur adanya konsekuensi hukum yang mengikat DPR maupun pemerintah dalam hal partisipasi masyarakat.

 

"Apakah tidak ada, dalam bahasa kami, harga dari buih yang terkeluar? Apakah tidak ada bentuk wujud itu? Memang konsekuensi input adalah output, tapi apakah nilai itu tertampil hanya seperti itu saja. Itu yang saya maksudkan konsekuensi hukum bahwa ada mekanisme yang menentukan di sini ruangnya," cetus Yuliandri.

 

Bahkan, Yuliandri menambahkan, bentuk ukuran untuk menentukan adanya partisipasi masyarakat jangan hanya semata proses, namun juga dapat diuji dari esensi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan itu sendiri.

 

Kewajiban publikasi

Desakan mengenai pelembagaan partisipasi masyarakat juga ditegaskan oleh Koalisi LSM untuk Kebijakan Partisipatif. "Kami akan mendesak terus agar dalam RUU tersebut ada jaminan partisipasi masyarakat masuk dalam tiap tahap dalam proses pembuatan undang-undang yang berkaitan dengan substansi," ucap Afrizal Tjoetra kepada wartawan di gedung DPR.

 

Protes masyarakat pada lahirnya sebuah undang-undang, kata Afrizal, sebenarnya tidak perlu terjadi jika sejak awal masyarakat sudah mengetahui pembuatan undang-undang tersebut. Kalau masyarakat sudah mengetahui proses pembuatan RUU sejak awal, maka mereka sudah mempersiapkan bagaimana implikasi dari keluarnya suatu undang-undang.

 

Oleh karena itu, Koalisi mengusulkan agar RUU PPP memasukkan sejumlah pikiran mengenai pelembagaan partisipasi masyarakat. Pertama, adanya kewajiban publikasi yang efektif dari segi medium, waktu dan sasaran. Kedua, kewajiban informasi dan dokumentasi yang baik, bebas, dan mudah diakses. Ketiga, jaminan prosedur dan forum yang terbuka dan efektif bagi masyarakat untuk terlibat dan mengawasi proses sejak perencanaan.

 

Kemudian keempat, publik berhak mengajukan rancangan undang-undang. Kelima, dokumen-dokumen dasar seperti naskah akademik atau draf peraturan perundang-undangan wajib ada dan bebas diakses. Keenam, adanya hak banding bagi publik apabila proses pembuatan peraturan perundang-undangan tidak sesuai dengan aturan-aturan dasar yang diatur undang-undang.

 

Hal demikian, menurut Koalisi, merupakan jaminan agar masukan dari publik benar-benar dipertimbangkan dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan. selanjutnya yang terakhir, adanya pengaturan jangka waktu yang memadai untuk semua proses penyusunan pembahasan RUU dan diseminasi undang-undang yang telah disahkan.

Desakan agar peran serta masyarakat dalam penyusunan sebuah rancangan peraturan perundang-undangan benar-benar mendapat pengaturan yang tegas mengemuka dalam sosialisasi RUU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP). Masyarakat, khususnya para akademisi, menginginkan adanya mekanisme dan kelembagaan penyampaian aspirasi publik.

 

Demikian dikatakan oleh akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Mataram Nusa Tenggara Barat, Zainal Asikin. Pendapat tersebut ia sampaikan dalam mengomentari ketentuan Pasal 58 RUU PPP di Komisi II DPR (11/02). Menurut Asikin, Pasal 58 RUU tidak menjelaskan tentang mekanisme penyampaian aspirasi atau partisipasi masyarakat.

 

Mengingat pentingnya partisipasi masyarakat, maka hal tersebut haruslah diatur mekanisme dan kelembagaannya. "Urgensi partisipasi masyarakat dalam penyusunan, khususnya pembahasan peraturan perundang-undangan sangat penting untuk memperkuat legitimasi pemerintah dalam pelaksanaan peraturan tersebut kelak," tegas Asikin.

 

Asikin mempertanyakan tidak adanya pengaturan yang jelas mengenai partisipasi masyarakat Padahal, pada bagian lain RUU PPP menyebutkan bahwa keterbukaan merupakan asas dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.

Tags: