Kode Etik KPK, Luar Biasa Tapi Terlalu Dipaksakan
Utama

Kode Etik KPK, Luar Biasa Tapi Terlalu Dipaksakan

Dalam sebuah Konsultasi Publik tentang Komis Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Todung Mulya Lubis menceritakan pengalamannya beberapa waktu lalu. Saat itu, Todung yang merupakan pengurus Transparansi Internasional (TI), kedatangan tamu pengurus TI dari luar negeri. Todung pun berniat menjamu tamunya makan malam.

Oleh:
Nay
Bacaan 2 Menit
Kode Etik KPK, Luar Biasa Tapi Terlalu Dipaksakan
Hukumonline

 

Maklum, dalam kode etik itu, pimpinan KPK dilarang bermain golf sembarangan. Mereka hanya boleh bermain dengan keluarga, saudara atau sesama pimpinan KPK. "Kode etik itu memang berat, tapi ternyata sama sepeti puasa, beratnya hanya diawal saja, tutur Ruki.

 

Mengomentari Kode Etik KPK yang disahkan pada 10 Februari 2004 itu, Todung menilai bahwa di satu sisi kode etik tersebut luar biasa, tetapi di sisi lain terlihat terlihat terlalu memaksakan diri.

 

Todung menyoroti pasal 6 huruf a ketentuan kode etik yang menyatakan pimpinan KPK berkewajiban melaksanakan ibadah dan ajaran agama yang diyakininya. Todung berpendapat, masalah menjalankan ibadah adalah masalah pribadi. "Kadang-kadang banyak (isi kode etik) yang dipaksakan. Golf kalau dilakukan untuk sport kan tidak apa-apa," ujarnya.

 

Toh, Todung menganggap kode etik yang dibuat luar biasa itu menunjukkan adanya tekad dari pimpinan KPK untuk memberantas korupsi. "Tekad ini yang harus didukung," ujarnya.

 

Senada dengan Todung, seorang wakil dari dunia usaha yang ikut konsultasi publik itu menilai kode etik KPK berlebihan. "Tentu akan kasihan sekali para pimpinan KPK," ujarnya. Menurutnya, wajar jika pimpinan KPK tidak boleh diajak makan, jika sedang menangani suatu kasus. Tetapi, jika dalam kehidupan sehari-hari menurutnya wajar jika mereka bersosialisasi. Menurut dia, yang penting laporan dan transparansinya.

 

Sampai Juni

Menurut Todung, dukungan untuk KPK harus diberikan selama enam bulan sejak KPK terbentuk pada Desember 2003 lalu. Kalau setelah enam bulan, KPK tidak juga berhasil menangani satu kasus korupsi pun, maka KPK, kata Todung, layak digebuki.

 

Waktu enam bulan itu wajar karena kasus korupsi yang ditangani KPK juga tidak akan berhasil jika belum ada Pengadilan Khusus Korupsi. Todung menunjuk pengalaman kasus korupsi Akbar Tandjung yang diputus bebas oleh MA.

 

Sebelumnya, Ruki menyatakan bahwa perkara yang ditangani oleh KPK akan diadili di Pengadilan Khusus Korupsi. Namun, pengadilan itu baru akan terbentuk pada Juni mendatang.

 

Saat ini, pimpinan KPK sudah memilih 5 buah kasus yang akan segera diajukan ke tingkat penyelidikan. "Mudah-mudahan akan segera dilanjutkan ke penyidikan,"ujar Ruki. Ruki menjanjikan, pada Juni mendatang, saat pengadilan khusus korupsi sudah terbentuk, KPK telah siap melimpahkan perkara ke persidangan.

 

Namun, Ruki mengingatkan bahwa KPK harus berhati-hati dalam memilih kasus yang akan diselidiki. Pasalnya, UU KPK menyatakan bahwa KPK tidak bisa melakukan penghentian penyidikan dan penuntutan suatu kasus. Akibatnya, untuk memilih suatu kasus yang akan diselidiki, KPK harus yakin bahwa kasus itu memiliki cukup bukti. Karena jika tidak, kasus itu akan kalah di pengadilan dan si koruptor akan bebas dan tidak dapat diadili lagi.

Ia berniat mengajak Erry Riyana Hardjapamekas, pimpinan KPK yang mantan pengurus TI, untuk bergabung. Namun, Erry menolak undangan itu. Penyebabnya, Kode Etik KPK melarang pimpinan KPK untuk ditraktir makan dan mereka wajib membatasi pertemuan di ruang publik, seperti di hotel atau restoran.

 

Cerita lainnya dalam acara konsultasi publik itu, Ketua KPK Taufiequrrachman Ruki mengaku sudah dua minggu tidak bermain golf. Padahal, sebagai penggemar berat olahraga itu, ia tidak pernah absen sekian lama. Penyebabnya juga Kode Etik KPK.

Halaman Selanjutnya:
Tags: