MK Bolehkan Iklan Rokok di Televisi
Putusan MK

MK Bolehkan Iklan Rokok di Televisi

Empat hakim konstitusi tak sependapat dengan mayoritas hakim konstitusi. Mereka berpendapat seharusnya rokok dilarang untuk diiklankan di televisi. Para hakim yang mengeluarkan dissenting opinion adalah Maruarar Siahaan, Harjono, Achmad Sodiki, dan M Alim.

Oleh:
Ali
Bacaan 2 Menit
Sidang Iklan Rokok
Sidang Iklan Rokok

Permintaan Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) agar Mahkamah Konstiusti (MK) 'melarang' iklan rokok di televisi tidak diluluskan. Sembilan majelis hakim konstitusi menolak permohonan pengujian Pasal 46 ayat (3) huruf c UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran). ”Menyatakan permohonan para pemohon ditolak untuk seluruhnya,” ujar Ketua Majelis Mahfud MD, di ruang sidang MK, Kamis (10/9).

 

Pasal itu secara lengkap berbunyi 'Siaran iklan niaga dilarang: melakukan promosi yang memperagakan wujud rokok'. Komnas Anak beserta dua anak Indonesia bernama Alfi dan Sekar meminta agar MK membatalkan frase 'yang memperagakan wujud rokok'. Bila permohonan ini dikabulkan, maka tak akan ada lagi iklan rokok di media penyiaran seperti televisi dan radio. 

 

Sayangnya, Mahkamah tak sependapat dengan pemohon. Menurut Mahkamah, rokok masih dipandang sebagai komoditi yang legal. ”Sehingga promosi rokok juga harus tetap dipandang sebagai tindakan yang legal,” demikian salah satu bunyi konklusi putusan tersebut.  

 

Lebih lanjut, Hakim Konstitusi Akil Mochtar mengatakan sektor industri rokok memiliki hak yang sama dengan industri-industri lain yang dinilai legal. Yakni, dalam hal mengenalkan dan memasarkan produknya. ”Industri rokok juga berhak menggunakan sarana komunikasi yang tersedia dan membangun jaringan dengan industri lain termasuk industri periklanan serta perfilman,” sebut Akil saat membacakan pertimbangan Mahkamah.

 

Pendapat Mahkamah ini sejalan dengan keterangan yang disampaikan oleh pemerintah pada sidang sebelumnya. Kala itu, Dirjen Sarana Komunikasi dan Diseminasi Depkominfo Freddy H Tulung menyatakan pembentuk UU hanya bisa membatasi penyiaran iklan rokok di radio dan televisi pada pukul 21.30 sampai dengan pukul 05.00. Bila iklan rokok dilarang sama sekali berarti tindakan tersebut dapat mendiskriminasi industri rokok dengan industri-industri lain yang sama-sama legal.

 

Koordinator Tim Litigasi Komnas Anak, Muhammad Joni menolak pertimbangan hukum Mahkamah itu. Ia membandingkan rokok dengan minuman keras. Ia menegaskan minuman keras juga merupakan barang yang legal. Namun, dalam UU Penyiaran tersebut, minuman keras dilarang untuk diiklankan di televisi dan radio.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait