Eksekusi dan Dwangsom, Masalah yang Tetap Krusial di PTUN
Berita

Eksekusi dan Dwangsom, Masalah yang Tetap Krusial di PTUN

Penerapan dwangsom dan sanksi administratif tidak menjamin kepatuhan pejabat tata usaha negara terhadap putusan pengadilan.Apalagi aturan pembayaran dwangsom belum jelas.

Oleh:
M-7/Mys
Bacaan 2 Menit
Eksekusi dan Dwangsom, Masalah yang Tetap Krusial di PTUN
Hukumonline

Rapat Kerja Nasional Mahkamah Agung 2009 belum lama berakhir. Banyak permasalahan hukum mengemuka dalam Rakernas di Palembang, Sumatera Selatan itu. Sejumlah pengadilan mengajukan pertanyaan yang selama ini menjadi belum jelas hukumnya atau masih menjadi teka teki bagi hakim. Salah satunya adalah mengenai dwangsom atau uang paksa. Pertanyaan ini antara lain diajukan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Medan dan PTUN Surabaya.

 

Lantaran belum ada pijakan hukum yang jelas, PT TUN Medan merasa perlu menyarankan kepada penggugat untuk menghapus atau menghilangkan petitum uang paksa dalam gugatan. Toh, hakim TUN di Medan tetap mengajukan pertanyaan: apakah solusinya jika penggugat tetap memasukkan dwangsom dalam gugatan?

 

Eksekusi, khususnya perihal dwangsom, sebenarnya sudah lama menjadi masalah di lingkungan peradilan tata usaha negara. Itu sebabnya, banyak orang berharap DPR segera memberikan solusi ketika membahas RUU Peradilan Tata Usaha Negara. Pada akhir September lalu, RUU PTUN disetujui DPR untuk disahkan bersamaan dengan paket RUU bidang peradilan seperti RUU Peradilan Agama, RUU Peradilan Umum, dan RUU Kekuasaan Kehakiman.

 

Namun, ternyata RUU PTUN tak juga memberikan jawaban detil atas persoalan dwangsom. Pasal 116 ayat (7) RUU ini menyatakan ketentuan mengenai uang paksa dan tata cara pelaksanaan pembayarannya dkan diatur dengan peraturan perundang-undangan. Hingga sekarang, peraturan dimaksud belum ada, meskipun para pencari keadilan dan hakim berharap ada payung hukum yang jelas. “Hakim terpaksa menggunakan penilaian berdasarkan kelayakan dan kepantasan,” ujar seorang hakim agung kepada hukumonline.

 

Sudah menjadi asumsi umum bahwa banyak pejabat TUN yang tidak mematuhi putusan pengadilan. Disertasi Supandi, kini Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Teknis Peradilan pada Mahkamah Agung, setidaknya mengukuhkan asumsi tersebut. Eksekusi putusan PTUN seolah menjadi macan ompong, yang hanya bergigi di atas kertas.

 

Bambang Edy Sutanto, hakim sekaligus Humas PT TUN Jakarta mengatakan sejatinya ketua pengadilan memiliki andil besar untuk mengawasi eksekusi putusan di wilayah hukumnya. Seorang ketua pengadilan (PTUN) harus meminta penjelasan kepada pejabat TUN yang tidak atau enggan melaksanakan putusan. Termasuk menanyakan alasan-alasan dan hambatan yang mendera pejabat TUN sebagai tergugat.

Tags:

Berita Terkait